oleh

Komisi Kejaksaan dan Jaksa Pinangki

GAGALNYA rencana Komisi Kejaksaan memeriksa jaksa Pinangki Sirna Malasari menyiratkan dua hal. Pertama, Komisi Kejaksaan menunjukkan fungsinya dalam mengusut perilaku Pinangki, kedua,  tidak adanya koordinasi Komisi ini dengan Kejaksaan Agung.

Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjuntak  menyatakan pihaknya gagal memeriksa Pinangki karena yang bersangkutan telah diperiksa Pengawasan Kejaksaan Agung. Dengan alasan telah memeriksa itulah Kejaksaan menilai Komisi tak perlu memeriksa lagi. Pengawasan internal akan memberi hasil pemeriksaan kepada Komisi.

Dengan wewenang itu ia, misalnya, berhak, menindaklanjuti aduan masyarakat perihal perilaku jaksa.

Kejaksaan memeriksa Pinangki karena dinilai telah melakukan pelanggaran: keluar negeri tanpa izin dan bertemu dengan buron kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra di Malaysia. Pinangki diduga menerima US$ 500 ribu dari Djoko. Kejaksaan telah menetapkan Pinangki sebagai tersangka.

Komisi Kejaksaan jelas berwenang untuk memeriksa Pinangki. Hanya rupanya, Komisi ini “kalah cepat.” Karena itulah, Komisi ini dinilai tak perlu lagi  memeriksa mantan Kepala Subbagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan.

Langkah Komisi Kejaksaan akan memeriksa Pinangki patut kita dukung. Selama ini kita tahu keberadaan Komisi Kejaksaan ini “nyaris tak terdengar.” Padahal, peran dan tugasnya, seperti diatur dalam Peraturan Presiden nomor 18 tahun 2011 tentang Komisi Kejaksaan, penting: menjaga “kewibawaan jaksa.” Dengan wewenang itu ia, misalnya, berhak, menindaklanjuti aduan masyarakat perihal perilaku jaksa.

Dalam kasus Pinangki sebenarnya belum tertutup Komisi Kejaksaan memeriksa Pinangki. Itu karena, dalam peraturan ini, disebutkan, Komisi bisa memeriksa ulang pemeriksaan jaksa yang dilakukan pengawas internal.

Kita berharap, Komisi Kejaksaan tidak hanya muncul dan “terdengar” dalam kasus Pinangki. Kita berharap Komisi ini gencar menegakkan marwah Kejaksaan dengan memeriksa jaksa-jaksa yang melakukan pelanggaran dan merekomendasikan Jaksa Agung untuk menghukum mereka. Apa boleh buat, kelemahan Komisi Kejaksaan memang tidak memiliki wewenang menjatuhkan hukuman  -namun sekadar membuat rekomendasi. (domainhukum.com)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed