oleh

Beleid Ini Diterbitkan Agar Pengusaha dan Buruh Mampu Bertahan Menghadapi Pandemi

-BUSINESS-520 views

Jakarta – Pandemi Covid-19 berdampak hampir meliputi seluruh sektor kehidupan masyarakat, tak terkecuali bidang ketenagakerjaan. Sebagai upaya membantu pelaku hubungan industrial menghadapi pandemi, pemerintah telah menerbitkan berbagai peraturan salah satunya PP No.49/2020 tentang Penyesuaian Iuran Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Selama Bencana Non Alam Penyebaran Covid-19.

Wakil Ketua Komite Ketenagakerjaan dan Jaminan Sosial Apindo, Dipa Susila, berpendapat PP ini sangat penting bagi pengusaha dalam menjalankan usahanya.

Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, mengatakan beleid ini bertujuan untuk memberikan perlindungan bagi peserta, kelangsungan usaha, dan kesinambungan penyelenggaraan program jaminan sosial ketenagakerjaan selama wabah Covid-19.

“PP tersebut diterbitkan supaya perusahaan dan pekerja bisa terus bertahan hingga ekonomi nasional pulih yang terpuruk akibat pandemi Covid-19,” ujar Ida sebagaimana dirilis, Rabu (8/9).

Penyesuaian iuran ini dilakukan melalui tiga bentuk. Pertama, kelonggaran batas waktu iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT), dan Jaminan Pensiun (JP) setiap bulan. Batas waktu iuran dilonggarkan dari tanggal 15 menjadi tanggal 30 bulan berikutnya.

Kedua, keringanan iuran JKK dan JKM sebesar 99 persen dari kewajiban iuran setiap bulan. Ketiga, penundaan pembayaran sebagian iuran JP sebesar 99 persen dari kewajiban setiap bulan. Kebijakan ini berlaku sejak Agustus 2020 sampai Januari 2021.

Ida berhadap regulasi ini dapat memberikan manfaat bagi seluruh pemangku kepentingan jaminan sosial ketenagakerjaan dan meringankan beban pemberi kerja dan peserta dalam memenuhi kewajiban membayar iuran. “Relaksasi iuran BPJS Ketenagakerjaan diharapkan dapat memberikan ruang gerak lebih dalam bagi para pengusaha dalam mengalokasikan dana operasional perusahaan,” ujarnya.

Mengacu hasil survei LIPI, Badan litbang Ketenagakerjaan Kemenaker, dan Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia periode 24 April 2020 sampai 2 Mei 2020 Ida menyebut pandemi Covid-19 sangat mempengaruhi aspek ketenagakerjaan.

Melemahnya perekonomian dan penurunan produktivitas akibat Covid-19 berdampak terhadap pekerja dan pemberi kerja. Hal ini berpotensi mempengaruhi kepatuhan dalam memenuhi kewajiban untuk membayar iuran jaminan sosial. Stimulus yang selama ini diterbitkan pemerintah diharapkan dapat meringankan beban ekonomi pemberi kerja dan buruh.

Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Agus Susanto, menambahkan relaksasi iuran ini merupakan bentuk stimulus yang diberikan pemerintah kepada pemberi kerja untuk melengkapi stimulus yang diberikan pemerintah kepada pekerja melalui bantuan subsidi upah. “Kami menyambut baik dan siap menjalankan kebijakan pemerintah ini untuk menjaga iklim usaha tetap tumbuh di tengah kondisi pandemik dalam kerangka Pemulihan Ekonomi Nasional,” ungkap Agus Susanto.

Kebijakan ini akan berdampak terhadap kondisi finansial BPJS Ketenagakerjaan. Namun Agus  mengatakan BPJS Ketenagakerjaan telah melakukan berbagai efisiensi. Upaya efisiensi itu diharapkan dapat membantu peserta menghadapi dampak pandemi Covid-19 melalui program relaksasi iuran jaminan sosial ketenagakerjaan.

Wakil Ketua Komite Ketenagakerjaan dan Jaminan Sosial Apindo, Dipa Susila, berpendapat PP ini sangat penting bagi pengusaha dalam menjalankan usahanya. Dia juga berharap pemerintah menerbitkan kebijakan lain guna membantu pengusaha mengurangi beban usaha. “Relaksasi ini penting bagi kita agar kita bisa terus menjalankan usaha dengan baik karena kalau pengusaha atau perusahaan bisa berjalan dengan baik, tentuny bisa terhindar juga PHK atau bertambahnya pengangguran,” katanya.

Terpisah, Sekjen OPSI, Timboel Siregar, menilai beleid ini sangat ditunggu pemangku kepentingan di bidang ketenagakerjaan. Kelonggaran batas waktu pembayaran iuran dari tanggal 15 menjadi 30 setiap bulan membantu cash flow perusahaan.

Penundaan sebagian iuran JP sebesar 99 persen, sehingga yang dibayar hanya 1 persen dari besaran iuran yang diatur PP No.44 Tahun 2015. Pelunasan atas penundaan iuran sebesar 99 persen itu dilakukan secara sekaligus atau bertahap dimulai paling lambat 15 Mei 2021 dan diselesaikan paling lambat 15 April 2022.

“Saya mengapresiasi kehadiran PP ini, sebagai upaya pemerintah membantu pekerja dan pengusaha dalam menghadapi pandemi Covid-19,” kata Timboel ketika dihubungi, Sabtu (11/9).

Kendati mengapresiasi tapi Timboel mengkritik syarat yang diatur pasal 13 PP No. 49 Tahun 2020 dimana pemberi kerja dan peserta PBPU harus melunasi tunggakan iuran sampai Juli 2020. Menurutnya persyaratan ini tidak tepat karena perusahaan yang terkena dampak pandemi Covid-19 sehingga kesulitan cash flow harusnya mendapat bantuan agar perusahaan tetap bertahan. Persyaratan ini memberatkan bagi perusahaan yang sudah kesulitan cash flow sehingga mereka tidak mampu membayar tunggakan sampai Juli 2020.

“Perusahaan yang sudah mengalami kesulitan malah tidak mendapatkan keringanan iuran, ini kan tidak adil,” paparnya.

Timboel yakin keringanan iuran program JKK dan JKM tidak mempengaruhi kesinambungan penyelenggaraan program jaminan sosial ketenagakerjaan.

Dia menghitung dana yang dikelola program JKK sebesar Rp34,92 triliun dan JKM Rp12,86 triliun dengan rasio klaim JKK 26 persen dan JKM 30 persen. Oleh karena itu penerapan syarat berupa kewajiban melunasi tunggakan iuran sampai Juli 2020 dirasa tidak tepat. “Semoga pemerintah bisa meninjau kembali pasal 13 PP ini,” usulnya. (sumber: hukumonline.com)

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed