Tak perlu ragu pemerintah menunda pilkada –pemilihan kepala daerah. Alasan utama untuk ini jelas: tak ada jaminan tidak ada kumpul-kumpul berkaitan dengan peristiwa ini. Tak ada jaminan orang teguh melaksanakan protokol kesehatan untuk mencegah penularan virus Covid-19 dalam pilkada tersebut.
Hingga kini tercatat sudah 250 ribu kasus virus corona di Indonesia dan sekitar 9.000 orang Indonesia meninggal karena virus ini.
Presiden menetapkan pilkada tetap dilaksanakan pada Desember mendatang. Sejumlah organisasi meminta pilkada ditunda. Alasannya, pandemi corona belum reda. Bahkan tak ada jaminan untuk reda pada Desember ini. Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mempredeksi pandemi akan turun pada Januari 2021. Artinya, sebaiknya dilaksanakan setelah corona mereda.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menegaskan jika pilkada dilaksanakan, maka syarat terpenting adalah patuh pada protokol kesehatan. Dan di sini pentingnya calon kepala daerah untuk memberi contoh patuh pada protokol itu. Kelalaian atas ini bisa menciptakan klaster baru. Hingga kini tercatat sudah 250 ribu kasus virus corona di Indonesia dan sekitar 9.000 orang Indonesia meninggal karena virus ini.
Fakta di lapangan menunjukkan protokol kesehatan masih diabaikan. Para calon kepala daerah yang akan berlaga masih ke sana–ke mari dengan para pendukungnya -bahkan saat mendaftar menjadi kandidat. Fakta ini menunjukkan tak ada jaminan dipenuhinya protokol kesehatan dan jika pilkada dilakukan, bukan mustahil jumlah angka terpapar virus ini meloncat drastis.
Presiden Jokowi selalu menyatakan keselamatan adalah yang utama. Dalam kaitan ini, kita minta kepada Presiden agar pilkada pada Desember ini ditunda. Kita tidak ingin ajang politik ini menjelma menjadi sebuah “pesta kematian.” (domainhukum)
Komentar