PIMPINAN Komisi Pemberantasan Korupsi sebaiknya menolak fasilitas mobil yang disodorkan Dewan Perwakilan Rakyat. Di masa ekonomi negara tengah sulit dan banyak rakyat menjerit karena dampak resesi, menerima “hadiah” itu sangat tak elok. Pimpinan KPK semestinya malu menerima fasilitas semacam itu.
Apa pun alasannya, jumlah anggaran besar itu lebih penting digunakan, misalnya, pengadaan vaksin Covid-19 untuk diberikan gratis pada rakyat atau membantu UMKM yang tersungkur karena pandemi.
Anggaran pemberian fasilitas ini sudah disetujui DPR. Rinciannya: untuk Ketua KPK harga mobilnya sekitar Rp 1,4 miliar dan untuk empat wakil pimpinan KPK masing-masing senilai Rp Rp 1 miliar. Mobil seharga Rp 1,4 miliar itu, antara lain, Mercedes Benz atau Land Rover Range dan seharga Rp 1 miliar itu semacam Toyota Alpard. Pengadaan mobil mewah ini tentu juga akan membuat para dealer yang ditunjuk sumringah.
Pemberian fasilitas yang sama juga diberikan kepada Dewan Pengawas KPK. Namun, Dewan Pengawas langsung menolak pemberian mobil yang sebelumnya tak pernah dibicarakan tersebut. Dewan menganggap pemberian mobil tak layak karena mereka telah mendapat fasilitas uang transport. Selain itu, selama berdirinya KPK, tak pernah ada pemberian fasilitas mobil karena pimpinan KPK menerima gaji tunggal –semua fasilitas tercakup di situ.
Bibit korupsi muncul antara lain karena ingin hidup mewah -dan memiliki kemewahan. Itu yang membuat negeri ini kemudian “penuh” dengan kasus korupsi, pernah masuk dalam strata negara korup yang kemudian, pascareformasi, melahirkan Komisi Pemberantasan Korupsi -selain Ketetapan MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Seperti idiom “hanya sapu bersih yang bisa membersihkan kotoran” -dan bukan sapu busuk, maka para pimpinan KPK digariskan untuk “bersih.” Mengacu pada Peraturan KPK Nomor 7 Tahun 2013 tentang Nilai-nilai Dasar Pribadi, Kode Etik dan Pedoman Prilaku KPK, pimpinan KPK dituntut memegang nilai-nilai kesederhanaan. Ini prinsipil, karena lembaga yang bertugas memberantas korupsi pimpinannya mesti memberi contoh lebih dulu. Apalagi negara telah memberi fasilitas dan gaji bagi para pimpinan KPK untuk hidup lebih dari cukup.
Kita tak habis pikir bagaimana mungkin para wakil rakyat itu sampai membuat putusan pemberian fasilitas mewah itu. Apa pun alasannya, jumlah anggaran besar itu lebih penting digunakan, misalnya, pengadaan vaksin Covid-19 untuk diberikan gratis pada rakyat atau membantu UMKM yang tersungkur karena pandemi.
Publik bisa jadi akan berpikir, apakah ini bentuk lain “pembungkaman” KPK agar mereka semakin tak mengotak-atik DPR? Pemberian ganjil ini -di tengah negara mengalami resesi ekonomi, di tengah Ketua KPK mendapat sorotan karena naik helikopter mewah untuk keperluan pribadi yang berujung pada sidang etik- sangat tidak pantas.
Kita mengharap pimpinan KPK menolak fasilitas itu dan mengikuti jejak Dewan Pengawas KPK, yakni menampik “hadiah” dari DPR. Jika para pimpinan KPK menerima fasilitas itu, apa boleh buat, memang demikian kualitas pimpinan KPK kita. [tagar.id)
Komentar