KITA perlu angkat topi untuk Presiden Joko Widodo atas kejutannya dalam reshuflle kabinet kali ini, yakni mengangkat Budi Gunadi Sadikin sebagai Menteri Kesehatan. Budi menggantikan dokter Terawan Agus Putranto yang acap blunder, khususnya, ucapannya.
Ini hal tak lazim, out of the box, mengangkat seorang menteri yang mengurus persoalan kesehatan dari A sampai Z, bukan berlatar belakang dokter. Budi sarjana fisika. Tapi, perjalanan hidupnya juga membuatnya menjadi “dokter.” Ia ahli dalam “mengobati” bank bermasalah. Ia mantan bankir dan pernah menjadi direktur utama Bank Mandiri.
Perjalananan kementerian kesehatan memang tak selalu mulus dipimpin seorang dokter. Dalam beberapa hal, bukan kemudian sang menteri membawa maju dunia kesehatan Indonesia, sebaliknya blunder, diterpa sejumlah persoalan tak kunjung teratasi, bahkan ada yang masuk penjara.
Menkes Budi Gunadi Sadikin harus membuktikan ia bisa melakukan perubahan besar dalam dunia kesehatan Indonesia, membenahi sistem kesehatan publik dan tidak menyiakan-nyiakan kesempatan yang diberikan negara.
Tak gampang mengurus kementerian ini. Lembaga ini sesungguhnya tak hanya memerlukan otak encer, tapi juga ahli manajemen, pakar strategi bisnis, dan punya networking luas. Dan di sinilah, Budi Gunadi Sadikin dihadirkan, ditunjuk Presiden, justru karena situasi genting: saat negeri ini dihajar pandemi corona, ketika beberapa saat lagi vaksin anticorona mesti dihujamkan ke seluruh penduduk Indonesia -dari Sabang sampai Merauke. Pekerjaan mahabesar yang memerlukan gerak cepat dan ketepatan.
Dengan pengalamannya, dengan keahliannya memilih, mengatur dan menempatkan orang, kita yakin Budi mestinya berhasil melewati ujian pertamanya itu. Kita mengharap vaksin yang menguras uang negara itu benar-benar sampai sasaran -tak ada berita korupsi atau skandal apa pun seperti dana bansos- menyertainya. Kita berharap vaksin ini akan segera mengubah wajah Indonesia menjadi kembali cerah. Memutar kembali roda-roda ekonomi, dan Budi bisa segera melakukan tugasnya yang lain sebagai “menkes,” memperbaiki sistem kesehatan publik.
Misalnya, membenahi puskesmas dan rumah sakit sehingga terselenggara layanan rumah sakit yang benar-benar diidamkam masyarakat. Saya bayangkan Budi juga segera melakukan reformasi dalam pelayanan rumah sakit itu, sehingga rumah sakit Indonesia menjadi rujukan pasien tidak hanya dalam negeri, tapi juga dari luar negeri.
Orang kaya Indonesia kemudian tak lagi berbondong-bondong berobat ke Singapura, Kuala Lumpur atau Penang, tapi memilih berobat ke RS Darmais, RS Harapan Kita atau RS di Medan, Makassar, Surabaya dll , karena pelayanan, kualitas dokter, dan kenyamanannya tak kalah dari rumah sakit di negeri jiran itu. Devisa dari sektor kesehatan ini pun masuk kas negara.
Untuk ketersediaan SDM unggul, Budi juga bisa menyekolahkan para dokter ke jenjang lebih tinggi, spesialis, agar rasio ketersediaan dokter ahli -yang banyak di antaranya mati syahid dalam medan pandemi Corona- tercukupi. Soal biaya, dengan networkingnya ia bisa mencarikan bea siswa untuk para dokter itu. Juga, tak kalah penting, membenahi hubungan BPJS dan Rumah Sakit yang kita tahu kadang kurang harmonis.
Menkes Budi Gunadi Sadikin harus membuktikan ia bisa melakukan perubahan besar dalam dunia kesehatan Indonesia, membenahi sistem kesehatan publik dan tidak menyiakan-nyiakan kesempatan yang diberikan negara. Dan saya optimistis ia bisa. [tagar]
Komentar