Hari Ahad, 28 Februari ini, Artidjo Alkostar meninggalkan kita. Dan publik mengingatnya sebagai hakim lurus yang galak kepada para koruptor. Tak ada koruptor yang hukumannya diperingan di tangannya. Sebagian besar bahkan diperberat.
Sejak ia menjadi hakim agung pada 2000-an sosoknya sudah menjadi sorotan. Ia tinggal di rumah kecil, di sebuah gang. Mobilnya butut, jauh dari mobil para hakim agung yang mengkilat berjejer di parkiran khusus para hakim di gedung Mahkamah Agung -benteng terakhir keadilan.
Tapi publik lalu mengenalnya sebagai hakim yang tegas dalam perkara korupsi. Tak kenal kasihan dan antisuap. Ia akan mengusir pengacara atau siapa pun yang bertandang ke ruangnya untuk coba-coba berbicara soal patgulipat perkara korupsi yang tengah ia tangani. Bahkan sekali pun itu kawannya.
Sejumlah koruptor, seperti Anis Urbaningrum, O.C Kaligis, dll ia naikkan hukumannya. Anis yang semula tujuh tahun menjadi 14 tahun, misalnya. Ia tak takut dengan ancaman apa pun atas vonis berat ia jatuhkan. Ia percaya sepenuhnya hidupnya di tangan Tuhan.
Hingga akhir tugasnya sebagai hakim agung memang tak terdengar ia dicelakai oleh orang atau suruhan orang yang marah karena vonis yang ia jatuhkan. Ia ingin negeri ini bersih dari korupsi. Ia tahu bahwa korupsi adalah perusak segalanya.
Artidjo Alkostar telah melukis langit yang indah dengan nama dan karyanya yang indah juga. Ia memang superstar dalam penegakan hukum. (doman hukuum.)
Komentar