Institut Hubungan Industrial Indonesia (Indonesia Industrial Relation Institute yang diketuai Saepul Tavid mengeluarkan pers release berkaitan Laporan Keuangan Kinerja 2020 BPJS Ketenagaakerjaan. Berikut siaran pers lembaga yang beralamatkan Gd ILP Center Lt 2, Pasar Minggu ini:
BPJS Ketenagakerjaan pada tangal 31 Mei lalu telah merilis laporan keuangan aset DJS keempat program dan aset BPJS Ketenagakerjaan, sebulan lebih cepat dari tenggat waktu yang disebutkan. Keempat laporan keuangan asset DJS tersebut adalah Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKm), Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP).
Laporan ini merupakan bentuk keterbukaan publik BPJS Ketenagakerjaan kepada masyarakat, khususnya kalangan pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh. Dengan laporan ini maka publik lebih mengetahui dan memahami kondisi dan kinerja BPJS Ketenagakerjaan dalam mengelola empat program jaminan sosial ketenagakerjaan, termasuk mengelola dana pekerja.
Dalam laporan keuangan tahun 2020 ini yang memang dalam kondisi pandemi Covid-19 yang hingga saat ini belum usai, tentunya laporan keuangan ini menggambarkan beberapa hal yang memang mengalami penurunan dari sisi pendapatan iuran, khususnya program JKK yang turun sebesar Rp. 2,13 T dan JKm turun sebesar Rp. 0,99 T. Sementara pendapatan iuran JHT hanya naik Rp. 1,93 T dan JP naik sebesar Rp. 1,03 T.
Hal-hal yang menyebabkan turunnya pendapatan iuran JKK dan JKm adalah adanya kebijakan relaksasi iuran JKK dan JKm selama 6 bulan yaitu berupa diskon pembayaran iuran JKK dan JKm sebesar 99 persen, yang dimulai dari Agustus 2020 hingga Januari 2021, disertai adanya PHK dan pekerja yang dirumahkan tanpa upah. Sementara penyebab kenaikan pendapatan iuran yang relatif kecil karena adanya PHK dan pekerja yang dirumahkan tanpa upah.
Meskipun dalam masa pandemik, kinerja penerimaan hasil investasi menunjukkan kenaikan, walaupun tidak sesuai dengan rencana kerja yang ditargetkan. Di akhir tahun 2020, hasil investasi yang dibukakan sebesar Rp. 32,33 T, naik dari tahun 2019 yang mencatat pendapatan hasil investasi sebesar Rp. 29,15 T. Dan laporan keuangan ini pun mencatatkan kenaikan jumlah aset keempat program dan dana kelolaannya.
Di masa pandemi ini seluruh instrument investasi terpengaruh, seperti dalam instrument saham dan reksadana dipengaruhi oleh nilai IHSG (Indek Harga Saham Gabungan). Faktanya IHSG mengalami penurunan sehingga penerimaan hasil investasi dari saham dan reksadana menurun. Sementara penurunan suku bunga Bank Indonesia mempengaruhi suku bunga deposito dan imbal hasil obligasi pemerintah.
Tentunya ke depan ini pendapatan iuran program JKK dan JKm akan masih turun karena iuran JKK dan JKm akan direlokasi ke program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yaitu masing -masing sebesar 0,14 persen dan 0,1 persen. Dampaknya adalah rasio klaim JKK akan tetap tinggi di 2021, seperti rasio klaim di 2020 sebesar 41,07 persen, demikian juga rasio klaim JKm akan tetap tinggi seperti di tahun 2020 sebesar 73,80 persen. Sementara rasio klaim JHT 67,05 persen karena jumlah PHK terus terjadi. Rasio klaim JP relatif rendah sebesar 2,4 persen.
Rasio klaim yang tinggi akan mempengaruhi kinerja pelayanan kepada peserta dan akan berpotensi mengganggu ketahanan program jaminan sosial ketenagakerjaan ke depannya. Dengan menurunkan rasio klaim maka akan mendukung peningkatan hasil investasi.
Walaupun rasio klaim JP masih rendah, namun Pemerintah belum mau menaikkan iuran JP yang diamanatkan Pasal 28 ayat (4) PP No. 45 Tahun 2015, sehingga akan menggangu ketahanan dana JP ke depan.
Atas laporan keuangan dan laporan kinerja keempat program jaminan sosial ketenagakerjaan tersebut maka untuk memastikan kinerja ke depan semakin meningkat maka kami Pengurus Institut Hubungan Industrial Indonesia (IHII), Lembaga kajian hubungan industrial dan jaminan sosial, sebagai wadah para aktivis serikat pekerja/serikat buruh (SP/SB) dari beberapa konfederasi dan federasi SP/SB mengusulkan beberapa hal kepada Pemerintah :
- Seluruh kementerian/Lembaga dan pemerintah daerah yang diamanatkan Inpres no. 2 Tahun 2021 tentang optimalisasi program jaminan sosial ketenagakerjaan harus terus berkoordinasi, berkomunikasi dan konsisten mendukung pelaksanaan jaminan sosial ketenagakerjaan agar kepesertaan pekerja di jaminan sosial ketenagakerjaan meningkat dengan signifikan. Dengan semakin besar kepesertaan maka pendapatan iuran akan meningkat sehingga rasio klaim akan bisa diturunkan.
- Presiden melakukan evaluasi pelaksanaan Inpres no. 2 tahun 2021 yang menginstruksi kepada 26 Kementerian/Lembaga dan pemda untuk mendukung peningkatan kepesertaan program jaminan sosial ketenagakerjaan. Pengawasan dan penegakkan hukum menjadi hal yang harus dipriorotaskan untuk berjalannya Inpres ini dengan baik.
- Pemerintah dan BPJS Ketenagakerjaan melaksanakan amanat Pasal 7 dan 8 Peraturan Presiden No. 109 tahun 2013, yaitu mewajibkan pekerja bukan penerima upah (Peserta mandiri) menjadi peserta JKK dan JKm di BPJS Ketenagakerjaan.
- Pemerintah mendaftrakan pekerja pemerintah non ASN seperti guru honorer dan pekerja honorer Pemerintah lainnya ke BPJS Ketenagakerjaan.
- Pemerintah mendaftarkan pekerja informal miskin seperti pemulung, petani dan nelayan miskin, pedagang asongan miskin, dsb menjadi peserta JKK dan JKm di BPJS Ketenagakerjaan dengan skema Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang iurannya dibayarkan Pemerintah.
- Mendorong Pemerintah merevisi PP No. 60 Tahun 2015 junto Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 19 Tahun 2015, dengan menerapkan syarat pengambilan JHT yaitu minimal kepesertaan 5 tahun baru boleh mencairkan dana JHT. Dengan revisi ini maka rasio klaim JHT akan menurun.
- Pemerintah menaikan iuran JP sesuai amanat Pasal 28 ayat (4) PP No. 45 Tahun 2015 sehingga ketahanan dana JP akan semakin baik, dan akan mampu menjamin pekerja yang memasuki masa pensiun dengan manfaat pasti.
- Mendorong Direksi BPJS Ketenagakerjaan berkomunikasi dengan pengurus SP/SB untuk mensosialisasikan program dan strategi investasi dana kelolaan BPJS Ketenagakerjaan agar hasil pendapatan investasi ke depan semakin meningkat. []
Komentar