PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN KOPERASI
SEBAGAI USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) PASCA UU NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA
Oleh : H. Ikhsan Lubis,S.H.,SpN.,MKn.
Ketua Pengwil Ikatan Notaris Indonesia Provinsi Sumatera Utara
Disampaikan pada kegiatan program bidang kelembagaan Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Sumatera Utara, di Hotel Grand Antares Medan, tanggal 21 dan 22 Juni 2021
PENDAHULUAN.
Era digitalisasi yang ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dalam teknologi, sehingga terbentuk transformasi digital pada bidang teknologi informasi dan komunikasiyang telah banyak memberikan kemudahan dalam pembentukan pola interaksi hubungan timbal balik yang telah melintasi batas ruang dan waktu yang sesuai dengan perkembangan teknologi melalui jaringan internet kegiatan komunikasi, baik secara lisan maupun tertulis dapat terhubung langsung (online). Semua ini dapat menghasilkan komunikasi secara interaktif, sehingga jarak yang berjauhan tidak menjadi masalah lagi untuk melakukan pola interaksi yang tentunya berdampak besar bagi kehidupan manusia.
Transformasi digital yang telah membawa perubahan besar dengan teknologi modernisasi[1] yang telah memasuki berbagai aspek kehidupan manusia. Diantaranya tidak terbatas dengan terjadinya perubahan pola transaksi perdagangan tradisional yang didasarkan kepada pola hubungan langsung melalui tawar menawar yang mengharuskan proses interaksinya harus bertemu fisik melalui perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi informasi juga telah mengubah pola interaksi hubungan perdagangan dengan bentuk transaksi melalui sistem elektronik yang didasarkan kepada pola hubungan melalui tawar menawar jarak jauh yang tidak membutuhkan pertemuan secara fisik, sehingga memungkinkan dalam waktu bersamaan dapat terhubung secara langsung melalui jaringan internet dan sistem transaksi modern secara digital, yang sekarang ini dikenal sebagai pola transaksi e-commerce.
Salah satu bidang usaha yang menjadi perhatian dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (untuk selanjutnya disingkat UUCK) adalah badan usaha Koperasi, satu dan lain disebabkan pemerintah sangat berkepentingan sekali untuk memberikan perlindungan dan pemberdayaan ekonomi kerakyatan yang selama ini cukup memberikan kontribusi bagi pembangunan secara nasional. Selain itu, badan usaha Koperasi juga mempunyai daya tahan yang luar biasa dengan karakter khusus dalam kegiatan usahanya dimiliki, dikelola untuk memenuhi kebutuhan bersama yang didirikan berdasarkan asas kekeluargaan yang membedakannnya dengan badan usaha lainnya, seperti Usaha Dagang (UD), Commanditaire Vennootschap (CV) dan Firma.
Kegiatan usaha Koperasi selama ini telah mampu menegakkan prinsip ekonomi kerakyatan dengan melibatkan banyak anggota dan seluruh keuntungan yang diperoleh untuk kepentingan bersama, dan bidang usaha yang dikelola juga berhubungan langsung dengan kebutuhan masyarakat banyak. Pemerintah pada tanggal 21 Oktober 1992 telah mengesahkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian berdasarkan ketentuan UU No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian menyatakan bahwa “Koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945).”[2]
Selanjutnya, ketentuan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian menjelaskan yang pada pokoknya juga mengatur fungsi dan peran Koperasi, yaitu untuk membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota secara khusus serta masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial. Selain itu, Koperasi berperan secara aktif dalam upaya meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dan memperkukuh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai yang utamanya.Kegiatan usaha Koperasi juga bertujuan untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.[3]
Adapun ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian adalah sebagai berikut :
- BAB I Ketentuan Umum yang terdiri dari 1 (satu) pasal.
- BAB II Landasan, Asas dan Tujuan yang terdiri dari 2 (dua) bagian yaitu :
- Bagian Kesatu mengatur terkait Landasan dan Asas terdiri dari 1 (satu) pasal.
- Bagian Kedua mengatur terkait Tujuan terdiri dari 1 (satu) pasal.
- BAB III Fungsi, Peran, dan Prinsip Koperasi yang terdiri dari 2 (dua) bagian, yaitu :
- Bagian Kesatu mengatur terkait Fungsi dan Peran terdiri dari 1 (satu) pasal.
- Bagian Kedua mengatur terkait Prinsip koperasi terdiri dari 1 (satu) pasal.
- BAB IV Pembentukan yang terdiri dari 3 (tiga) bagian yaitu :
- Bagian Kesatu mengatur terkait Syarat pembentukan terdiri dari 3 (tiga) pasal.
- Bagian Kedua mengatur terkait Status Badan Hukum terdiri dari 6 (enam) pasal.
- Bagian Ketiga mengatur terkait Bentuk dan Jenis terdiri dari 2 (dua) pasal.
- BAB V Keanggotaan yang terdiri dari 4 (empat) pasal.
- BAB VI Perangkat Organisasi yang terdiri dari 4 (empat) bagian yaitu :
- Bagian Kesatu mengatur terkait Umum terdiri dari 1 (satu) pasal.
- Bagian Kedua mengatur terkait Rapat Anggota yang terdiri dari 7 (tujuh) pasal.
- Bagian Ketiga mengatur terkait Pengurus terdiri dari 9 (sembilan) pasal.
- Bagian Keempat mengatur terkait Pengawas terdiri dari 3 (tiga) pasal.
- BAB VII Modal yang terdiri dari 2 (dua) pasal.
- BAB VIII Lapangan Usaha yang terdiri dari 2 (dua) pasal.
- BAB IX Sisa Hasil Usaha yang terdiri dari 1 (satu) pasal.
- BAB X Pembubaran Koperasi yang terdiri dari 3 (tiga) bagian yaitu :
- Bagian Kesatu mengatur terkait Cara Pembubaran Koperasi terdiri dari 5 (lima) pasal.
- Bagian Kedua mengatur terkait Penyelesaian yang terdiri dari 5 (lima) pasal.
- Bagian Ketiga mengatur terkait Hapusnya Status Badan Hukum terdiri dari 1 (satu) pasal.
- BAB XI Lembaga Gerakan Koperasi yang terdiri dari 3 (tiga) pasal.
- BAB XII Pembinaan yang terdiri dari 5 (lima) pasal.
- BAB XIII Ketentuan Peralihan yang terdiri dari 1 (satu)
- BAB XIV Ketentuan Penutup yang terdiri dari 2 (dua) pasal.
Kemudian pemerintahkan mengesahkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian yang telah diundangkan pada tanggal 30 Oktober 2012 maka dengan diberlakukannya UU Nomor 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian mencabut dan menyatakan tidak berlaku UU Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian[4], adapun ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian adalah sebagai berikut :
- BAB I Ketentuan Umum yang terdiri dari 1 (satu) pasal.
- BAB II Landasan, Asas, dan Tujuan yang terdiri dari 3 (tiga) pasal.
- BAB III Nilai dan Prinsip yang terdiri dari 2 (dua ) pasal.
- BAB IV Pendirian Anggaran Dasar, Perubahan Anggaran Dasar dan Pengumuman yang terdiri dari 4 (empat) bagian yaitu :
- Bagian Kesatu mengatur terkait Pendirian terdiri dari 9 (sembilan) pasal.
- Bagian Kedua mengatur terkait Anggaran Dasar terdiri dari 3 (tiga) pasal.
- Bagian Ketiga mengatur terkait Perubahan Anggaran Dasar terdiri dari 5 (lima) pasal.
- Bagian Keempat mengatur terkait Pengumuman terdiri dari 2 (dua) pasal.
- BAB V Keanggotaan yang terdiri dari 5 (lima ) pasal.
- BAB VI Perangkat Organisasi yang terdiri dari 4 (empat) bagian yaitu :
- Bagian Kesatu mengatur terkait Umum terdiri dari 1 (satu) pasal.
- Bagian Kedua mengatur terkait Rapat Anggota yang terdiri dari 16 (enam belas) pasal.
- Bagian Ketiga mengatur terkait Pengawas terdiri dari 7 (tujuh) pasal.
- Bagian Keempat mengatur terkait Pengurus terdiri dari 11 (sebelas) pasal.
- BAB VII Modal yang terdiri dari 12 (dua belas) pasal.
- BAB VIII Selisih Hasil Usaha dan Dana Cadangan yang terdiri dari 3 (tiga) bagian yaitu :
- Bagian Kesatu mengatur terkait Surplus Hasil Usaha terdiri dari 1(satu) pasal.
- Bagian Kedua mengatur terkait Defisit Hasil Usaha terdiri dari 2 (dua) pasal.
- Bagian Ketiga mengatur terkait Dana Cadangan terdiri dari 1 (satu) pasal.
- BAB IX Jenis, Tingkatan dan Usaha yang terdiri dari 3 (tiga) bagian yaitu :
- Bagian Kesatu mengatur terkait Jenis terdiri dari 4 (empat) pasal.
- Bagian Kedua mengatur terkait Tingkatan terdiri dari 1 (satu) pasal.
- Bagian Ketiga mengatur terkait Usaha terdiri dari 1 (satu) pasal.
- BAB X Koperasi Simpan Pinjam yang terdiri dari 8 (delapan) pasal.
- BAB XI Pengawasan dan Pemeriksaan yang terdiri dari 3 (tiga) bagian yaitu :
- Bagian Kesatu mengatur terkait Pengawasan terdiri dari 2 (dua) pasal.
- Bagian Kedua mengatur terkait Pemeriksaan terdiri dari 2 (dua) pasal.
- Bagian Ketiga mengatur terkait Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam terdiri dari 1 (satu) pasal.
- BAB XII Penggabungan dan Peleburan yang terdiri dari 1 (satu) pasal.
- BAB XIII Pembubaran, Penyelesaian dan Hapusnya Status Badan Hukum yang terdiri dari 4 (empat) bagian yaitu :
- Bagian Kesatu mengatur terkait Pembubaran terdiri dari 4 (empat) pasal.
- Bagian Kedua mengatur terkait Penyelesaian terdiri dari 4 (empat) pasal.
- Bagian Ketiga mengatur terkait Penghapusan Status Badan Hukum terdiri dari 1 (satu) pasal.
- Bagian Keempat mengatur terkait Pengaturan lebih lanjut terdiri dari 1 (satu) pasal.
- BAB XIV Pemberdayaan yang terdiri dari 2 (dua) bagian yaitu :
- Bagian Kesatu mengatur terkait Peran Pemerintah terdiri dari 3 (tiga) pasal.
- Bagian Kedua mengatur terkait Gerakan Koperasi terdiri dari 5 (lima) pasal.
- BAB XV Sanksi Administratif yang terdiri dari 1 (satu)
- BAB XVI Ketentuan Peralihan yang terdiri dari 3 (tiga)
- BAB XVII Ketentuan Penutup yang terdiri dari 3 (tiga)
Berdasarkan UU No. 17 tahun 2012 tentang Koperasi bahwa yang dimaksud dengan koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip koperasi.[5] Badan usaha koperasi yang dapat digolongkan sebagai jenis kegiatan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (selanjutnya disingkat UMKM).
Adapun perbedaan dari karakteristik Koperasi dalam UU No. 25 tahun 1992 tentang perkoperasian dengan UU No. 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian yaitu Perbedaan pertama adalah mengenai bentuk Koperasi yang sifatnya hanya menegaskan bahwa suatu Koperasi harus berbentuk badan hukum, walaupun Koperasi sebenarnya dikategorikan dalam badan hukum privat dengan Perseroan Terbatas (PT), dan Yayasan. Namun demikian, terdapat beberapa perbedaan antara badan hukum yang terdapat di dalam PT dan koperasi. PT merupakan suatu perkumpulan modal, sementara Koperasi adalah perkumpulan orang yang berbadan hukum. Perbedaan yang lebih mendasar adalah dalam hal modal dan prinsip yang digunakan dalam mengelola Koperasi. Orientasi dari didirikannya suatu PT adalah untuk mendapatkan keuntungan, sedangkan dalam Koperasi adalah untuk mensejahterakan anggotanya. Oleh karenanya secara fundamental, ketentuan dalam UU 17/2012 telah menggeser paradigma Koperasi yang awalnya sebagai usaha kolektif ke arah individu pasar (liberal).[6]
Judicial review melalui Mahkamah Konstitusi
Undang-undang Nomor 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian dianggap bertentangan dengan prinsip-prinsip Koperasi, khususnya prinsip gotong royong atau kekeluargaan yang merupakan prinsip dasar perekenomian yang dimuat dalam UUD 1945[7]. Hal-hal tersebut menjadi dasar bagi Gabungan Koperasi Pegawai Republik Indonesia (GKPRI) Propinsi Jawa Timur, Pusat Koperasi Unit Desa (PUSKUD) Jawa Timur, Pusat Koperasi Wanita Jawa Timur (PUSKOWANJATI), Pusat Koperasi An-nisa’ Jawa Timur, Pusat Koperasi BUEKA Assakinah Jawa Timur, Gabungan Koperasi Susu Indonesia, Agung Haryono, dan Mulyono melakukan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi terhadap pengujian Konstitusionalitas Undang-undang Nomor 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian.
Adapun pasal-pasal yang diuji formil judicial review melalui Mahkamah Konstitusi Nomor 28/PUU-XI/2013. sebagai berikut :
- Pasal 1 angka 1.
- Pasal 37 ayat (1) huruf f.
- Pasal 50 ayat (1) huruf a.
- Pasal 50 ayat 2 huruf a dan huruf e.
- Pasal 55 ayat (1).
- Pasal 56 ayat (1).
- Pasal 57 ayat (2).
- Bab VII yang terdiri atas Pasal 66, Pasal 67, Pasal 68, Pasal 69, Pasal 70, Pasal 71, Pasal 72, Pasal 73, Pasal 74, Pasal 75, Pasal 76, dan Pasal 77.
- Pasal 80.
- Pasal 82.
- Pasal 83, dan
- Pasal 84.[8]
Keseluruhannya pasal-pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 sehingga Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa UU No. 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 28/PUU-XI/2013, dan yang amar putusannya berbunyi sebagai berikut :
Menyatakan :
- Permohonan Pemohon I, Pemohon II, dan Pemohon IV tidak dapat diterima.
- Mengabulkan Permohonan Pemohon III, Pemohon V Pemohon VI, Pemohon VII dan Pemohon VIII.
- Undang-Undang Nomor 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
- Undang-Undang Nomor 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
- Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502) berlaku untuk sementara waktu sampai dengan terbentuknya undang-undang yang baru.
- Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.[9]
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 28/PUU-IX/2013 juga mengakibatkan terjadinya pergeseran pengaturan Undang-undang tentang perkoperasian untuk sementara waktu yakni kembali pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian sampai diterbitkannya Undang-undang baru tentang perkoperasian tersebut. Oleh karena itu seluruh prosedur dan tata cara pendirian koperasi sejak tanggal dicabutnya Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian oleh Mahkamah Konstitusi kembali pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian beserta seluruh peraturan pelaksanaanya.[10]
PERAN NOTARIS (Pejabat Pembuat Akta Koperasi/PPAK)
Notaris juga mempunyai peran yang sangat strategis dalam memberikan pelayanan untuk mendirikan badan usaha Koperasi. Peran Notaris yang telah ditujuk sebagai Pejabat Pembuat Akta Koperasi (selanjutnya disingkat PPAK) selain mempunyai kewenangan membuat akta pendirian Koperasi dan akan tetapi juga diharapkan dapat memberikan penyuluhan atau bimbingan teknis yang berkenaan dengan tata cara maupun persyaratan pendirian dan termasuk hak-hak serta kewajiban anggota maupun pengurus sebelum didirikannya badan usaha koperasi.
Peran notaris juga dapat menjelaskan jenis kegiatan usaha yang sesuai dengan kebutuhan anggota maupun perkembangan koperasi kedepannya, dan adanya penjelasan atau konsultasi hukum yang diberikan oleh Notaris juga diharapkan berdirinya koperasi selain dapat memberikan manfaat bagi anggotanya juga diharapkan dapat memberdayakan perekonomian masyarakat sekitarnya. Badan usaha koperasi merupakan jenis kegiatan usaha yang menjadi salah satu bentuk kegiatan usahan yang melibatkan banyak anggota, sehingga peran Notaris sebagai PPAK juga sangat strategis dalam memberikan penyuluhan hukum sebelum berdirinya Koperasi dan yang kemudian diikuti dengan pembuatan Akta Pendirian Koperasi.
Keberadaan Akta Pendirian Koperasi salah satu persyaratan untuk adanya suatu badan hukum (rechtspersoon) yang nantinya setelah dipenuhi kelengkapan persayaratan lainnya akan mempunyai legal standing untuk melakukan perbuatan hukum sesuai jenis kegiatan usahanya (melakukan pendaftaran melalui lembaga OSS) dengan dukungan dalam bentuk kemudahan dan kepastian dalam proses perizinan melalui Online Single Submission (OSS).
Akta Pendirian Koperasi maupun perubahannya sebelum UUCK
Notaris sebagai PPAK sudah barang tentu akan menjalankan peranannya secara professional untuk memberikan pelayanan yang baik, karena Notaris sebagai pejabat umum yang akan membuat Akta Pendirian Koperasi sebagai bukti telah dilakukannya suatu perbuatan hukum tertentu dalam proses pendirian, perubahan anggaran dasar serta akta-akta lainnya yang terkait dengan kegiatan koperasi untuk dimohonkan pengesahannya kepada pejabat yang berwenang. Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (selanjutnya disingkat UUCK), maka dapat diketahui Notaris sebagai PPAK yang akan membuat Akta Pendirian Koperasi maupun perubahannya juga harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut:
- Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian
- Peraturan Menteri Negara Koperasi dan UKM Nomor 01/Per/M.KUKM/I/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembentukan, Pengesahan Akta Pendirian dan Anggaran Dasar Koperasi.
- Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 98/KEP/M.KUKM/IX/2004 tentang Notaris sebagai pembuat akta koperasi yaitu telah memiliki sertifikat tanda bukti telah mengikuti pembekalan dibidang perkoperasian yang ditandatangani oleh Menteri dan berwenang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.[11]
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan kemudian Pemerintah juga telah menerbitkan 49 Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksana dari UUCK, yang terdiri dari 45 Peraturan Pemerintah dan 4 Peraturan Presiden[12].
Adapun 45 Peraturan Pemerintah yang merupakan Peraturan Pelaksana dari UUCKadalah sebagai berikut:
- Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Perizinan Berusaha Berbasis Resiko.
- Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Usaha di Daerah.
- Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
- Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2021 tentang Modal Dasar Perseroan serta Pendaftaran Pendirian, Perubahan, dan Pembubaran Perseroan Yang Memenuhi Kriteria Untuk Usaha Mikro dan Kecil
- Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2021 tentang Perlakuan Perpajakan Untuk Mendukung Kemudahan Berusaha.
- Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Dalam Rangka Mendukung Kemudahan Berusaha dan Layanan Daerah.
- Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2021 tentang Badan Usaha Milik Desa.
- Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman.
- Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Rumah Susun.
- Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.
- Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2017 tentang Arsitek.
- Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
- Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2021 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol.
- Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah.
- Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
- Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar.
- Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.
- Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
- Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan.
- Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berasal Dari Denda Administratif Di Bidang Kehutanan.
- Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral.
- Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Pertanian.
- Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Kelautan dan Perikanan.
- Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian.
- Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan.
- Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
- Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Pelayaran.
- Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Penerbangan.
- Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perkeretaapian.
- Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2021 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing.
- Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja.
- Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
- Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan.
- Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2021 tentang Rekening Penampungan Biaya Perjalanan Ibadah Umrah.
- Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal.
- Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus.
- Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
- Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2021 tentang Kemudahan Proyek Strategis Nasional.
- Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin, dan/atau Hak Atas Tanah.
- Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
- Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Informasi Geospasial.
- Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran.
- Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan.
- Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2021 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
- Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2021 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Yang Melibatkan Lembaga Pengelola Investasi dan/atau Entitas Yang Dimilikinya.
Selain itu, juga terdapat Peraturan Presiden yang merupakan Peraturan Pelaksana
dari UUCK, yaitu :
- Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2021 tentang Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan.
- Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.
- Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kerja Sama Antara Pemerintah Pusat dengan Badan Usaha Milik Negara Dalam Penyelenggaraan Informasi Geospasial Dasar.
- Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021
Salah satu diantaranya berupa Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (selanjutnya disingkat PP No. 7/2021). UMKM adalah unit usaha produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha di semua sektor ekonomi. Pada prinsipnya pembedaan antara usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, usaha besar umumnya didasarkan pada nilai aset awal (tidak termasuk tanah dan bangunan), omset rata-rata per tahun, atau jumlah pekerja tetap. Namun, definisi UMKM berdasarkan tiga alat ukur ini berbeda menurut negara. Oleh karena itu memang sulit membandingkan pentingnya atau peran UMKM antar Negara.[13]
Selain itu juga dikonfirmasi oleh Roni Dwi Sasanto bahwa Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang merupakan salah satu peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertujuan untuk memberikan kemudahan dan perluasan usaha kepada UMKM dan Koperasi dalam pasar pengadaan barang/jasa pemerintah. Koperasi serta UMKM kini dapat mengikuti lelang pengadaan dan jasa pemerintah.[14] Disisi lain Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia mengemukakan bahwa keuntungan yang cukup besar bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.8 Tahun 2021 tentang Modal Dasar Perseroan yang berupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Salah satunya mengenai pendirian perseroan perorangan yang bisa dilakukan tanpa memerlukan akta notaris.[15]
Peraturan Pemerintah No.7/2021 juga telah memberikan terobosan hukum baru terkait dengan beberapa ketentuan yang sebelumnya telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UU UMKM), terutama kriteria UMKM yang telah diatur di dalam Pasal 35 dan Pasal 36 yang dikelompokkan berdasarkan kriteria modal usaha atau hasil penjualan tahunan. Adapun bunyi Pasal 35 dan 36 PP No. 7/2021 sebagai berikut:
Pasal 35
- Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dikelompokkan berdasarkan kriteria modal usaha atau hasil penjualan tahunan.
- Kriteria modal usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk pendirian atau pendaftaran kegiatan usaha.
- Kriteria modal usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas ;
- Usaha Mikro memiliki modal usaha sampai dengan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;
- Usaha Kecil memiliki modal usaha lebih dari Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) sampai dengan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; dan
- Usaha Menengah merniliki modal usaha lebih dari Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
- Untuk pemberian kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah selain kriteria modal usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan kriteria hasil penjualan tahunan.
- Kriteria hasil penjualan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri atas:
- Usaha Mikro memiliki hasil penjualan tahunan sampai dengan Paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah);
- Usaha Kecil memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) sampai dengan Paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah); dan
- Usaha Menengah memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
- Dalam hal pelaku usaha telah melaksanakan kegiatan usaha sebelum Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, pemberian kemudahan, pelindungan, dan pemberdayaan diberikan kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang memenuhi kriteria hasil penjualan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
- Nilai nominal kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (5) dapat diubah sesuai dengan perkembangan perekonomian.[16]
Pasal 36
- Untuk kepentingan tertentu, selain kriteria modal usaha dan hasil penjualan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 aYat (1), kementerian/lembaga dapat menggunakan kriteria omzet, kekayaan bersih, nilai investasi, jumlah tenaga kerja, insentif dan disinsentif, kandungan lokal, dan/atau penerapan teknologi ramah lingkungan sesuai dengan kriteria setiap sektor usaha.
- Penggunaan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh menteri teknis atau pimpinan lembaga harus mendapatkan pertimbangan dari Menteri.[17]
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM ditetapkan pada tanggal 2 Februari 2021 merupakan peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Adapun dasar pertimbangan dikeluarkannya PP No.7/2021 didasarkan dalam peraturan yang ada selama ini tersebar di berbagai peraturan perundang-undangan yang masih belum terpenuhinya kebutuhan hukum untuk percepatan cipta kerja dan belum terintegrasi sehingga masih memerlukan perubahan sebagai upaya mendorong perlunya pengaturan yang lebih jelas terkait Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah seperti peraturan dengan kemudahan, pelindungan, dan pemberdayaan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Dasar pertimbangan diterbitkannya PP No. 7/2021
Latar belakangnya sebagai dasar pertimbangan diterbitkannya PP No.7/2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM adalah untuk melaksanakan ketentuan Pasal 86, Pasal 87, Pasal 88, Pasal 89, Pasal 90, Pasal 91, Pasal 94, Pasal 104 dan Pasal 185 huruf b Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Keberlakuan dari PP No.7/2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM mencabut :
- Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5404);
- Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pengembangan Inkubator Wirausaha (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20l3 Nomor 66); dan
- Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2014 tentang Perizinan untuk Usaha Mikro dan Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20l4 Nomor 222).[18]
Keberlakuan PP No.7/2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM masih juga memperhatikan sebagai dasar hukum keberlakuan dari:
- Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502);
- Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 48661.
Kriteria modal usaha UMKM.
Adapun kriteria modal usaha digunakan untuk pendirian atau pendaftaran kegiatan UMKM yang didirikan setelah berlakunya PP 7/2021 adalah sebagai berikut :
- Usaha Mikro memiliki modal usaha sampai dengan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.[19]
- Usaha Kecil rnemiliki modal usaha lebih dari Rp l.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) sampai dengan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.[20]
- Usaha Menengah merniliki modal usaha lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.[21]
Sedangkan bagi UMKM yang telah berdiri sebelum PP No.7/2021 berlaku, pengelompokkan UMKM dilakukan berdasarkan kriteria hasil penjualan tahunan. Kriteria hasil penjualan tahunan terdiri atas:
- Usaha Mikro memiliki hasil penjualan tahunan sampai dengan paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah);[22]
- Usaha Kecil memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah) sampai dengan palingbanyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas milyar rupiah);[23]
- Usaha Menengah memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp15.000.000.000,00 (lima belas milyar rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).[24]
Nilai nominal kriteria di atas dapat diubah sesuai dengan perkembangan perekonomian. Selain kriteria modal usaha dan hasil penjualan tahunan, kementerian/lembaga negara dapat menggunakan kriteria lain seperti omzet, kekayaan bersih, nilai investasi, jumlah tenaga kerja, insentif dan disinsentif, kandungan lokal, dan/atau penerapan teknologi ramah lingungkan sesuai dengan kriteria setiap sektor usaha untuk kepentingan tertentu (Pasal 36 PP No.7/2021). Kriteria UMKM dalam Pasal 6 UU UMKM diatur berbeda secara signifikan dalam PP No.7/2021.
Sebagai perbandingan, berikut ini adalah perbedaannya yang meliputi Indikator, UU UMKM, PP UMKM. UMKM dikelompokkan berdasarkan kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan. Kekayaan bersih ialah jumlah aset setelah di kurangi dengan hutang atau kewajiban.UMKM dikelompokkan berdasarkan kriteria modal usaha atau hasil penjualan tahunan. Modal usaha merupakan modal sendiri dan modal pinjaman untuk menjalankan kegiatan usaha.
- Kekayaan Bersih atau Modal Usaha
- Usaha Mikro, adalah paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
- Usaha Kecil, adalah lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
- Usaha Menengah, adalah lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah).
- Diluar tanah dan bangunan tempat usaha.
- Usaha Mikro, adalah paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah);
- Usaha Kecil, adalah lebih dari Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) sampai dengan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah);
- Usaha Menengah, adalah lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miyar rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah).
Undang-Undang (UU) Cipta Kerja terkait koperasi dijabarkan dalam Bab V tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan, Koperasi, Usaha, Mikro, Kecil dan Menengah, dan sesuai ketentuan Pasal 6 (1) Koperasi Primer dibentuk paling sedikit oleh 9 (sembilan) orang. Pada UU sebelumnya yaitu UU Nomor 25 Tahun 1992 mengenai Perkoperasian diatur bahwa Koperasi Primer dibentuk sekurang-kurangnya 20 orang. Selain itu, adapula aturan mengenai digitalisasi koperasi diakomodir dengan buku daftar anggota dapat berupa dokumen tertulis atau dokumen elektronik, termasuk dalam pengembangan konsep digitalisasi koperasi juga mengakomodir rapat secara daring.[25]
Kemudahan bagi Pelaku Usaha UMKM
Banyak perubahan mendasar terkait dengan kemudahan bagi pelaku usaha UMKM dalam UU Cipta Kerja dari perizinan hingga perluas pasar, dan kemudian juga diatur dalam Pasal 44A yang berisi mengenkoperasi dengan prinsip Syariah diakomodir penuh dari perangkat organisasi, kegiatan usaha koperasi hingga Dewan Pengawas Syariah. Adapun Pasal 44A berbunyi sebagai berikut :
(1) Koperasi dapat menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
(2) Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mempunyai Dewan Pengawas Syariah.
(3) Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas 1 (satu) orang atau lebih yang memahami syariah dan diangkat oleh Rapat Anggota.
(4) Dewan pengawas syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertugas memberikan nasihat dan saran kepada Pengurus serta mengawasi kegiatan Koperasi agar sesuai dengan prinsip syariah.
(5) Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) selanjutnya mendapatkan pembinaan atau pengembangan kapasitas oleh Pemerintah Pusat dan/atau Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia.[26]
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai Koperasi yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Semua ini menjadikan pemberdayaan bagi pelaku usaha Koperasi dalam UU Cipta Kerja diposisikan sangat jelas yaitu:
- Sebagai agregator bagi UMKM.
- Kegiatan usaha pembiayaan dengan Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) Koperasi UMKM ditugasi secara khusus melayani pembiayaan pada koperasi.
- Koperasi juga diperkuat dengan digitalisasi dan program-program dalam rangka penguatan UMKM.[27]
Keberadaan UU Cipta Kerja khususnya klaster Koperasi dan UMKM miliki semangat untuk pemberdayaan Koperasi dan UMKM, terutama karena selama ini sektor UMKM dan koperasi sendiri cukup memberi peluang dalam penciptaan lapangan kerja. Adapun Cara untuk menjaga agar UMKM dapat selalu menjadi tulang punggung ekonomi bangsa adalah dengan menerapkan teknologi dalam proses aktivitasnya,[28] Selain itu, UUCK telah memberikan terobosan hukum dengan memberikan kemudahan mengenai persyaratan pembentukan dan pendirian koperasi cukup dengan adanya atau sekurang-kurangnya 9 (sembilan) orang dari sebelumnya 20 (dua puluh) orang.
Reformasi regulasi dan debirokratisasi
Undang-Undang Cipta Kerja juga mendorong reformasi regulasi dan debirokratisasi, sehingga pelayanan Pemerintahan akan lebih efisien, mudah, dan pasti, dengan adanya penerapan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) dan penggunaan sistem elektronik[29], sehingga dapat diminimalisasi permasalahan yang kerap menghambat peningkatan investasi dan pembukaan lapangan kerja, antara lain proses perizinan, administrasi dan birokrasi berusaha rumit dan lama, dan persyaratan investasi yang memberatkan.
Undang-Undang Cipta Kerja ditujukan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang menghambat peningkatan investasi dan pembukaan lapangan kerja, melalui penyederhanaan sistem birokrasi dan perizinan. Selain itu, manfaat yang dapat dirasakan setelah berlakunya UU Cipta Kerja, antara lain bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) berupa dukungan dalam bentuk kemudahan dan kepastian dalam proses perizinan melalui OSS (Online Single Submission). Ditambah lagi kemudahan dalam mendaftarkan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), kemudahan dalam mendirikan Perseroan Terbuka (PT) perseorangan, hingga kemudahan dengan persyaratan yang mudah dan juga biaya yang murah, sehingga ada kepastian legalitas bagi pelaku usaha UMKM. Tidak hanya itu, RUU CK juga menawarkan kemudahan dalam pendirian koperasi, dengan menetapkan minimal jumlah pendirian hanya oleh 9 (sembilan) orang. Koperasi juga diberikan dasar hukum yang kuat untuk melaksanakan prinsip usaha syariah, selain juga kemudahan dalam pemanfaatan teknologi.[30]
Undang-undang Cipta Kerja bisa memberikan kemudahan bagi para Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dan koperasi, dan salah satu manfaatnya adalah bisa mempermudah akses pembiayaan, akses pasar, hingga akses rantai pasok, sehingga tidak berlebihan keberadaan UU Cipta Kerja yang memang dari sisi kepentingan UMKM dan Koperasi yang sangat positif. Secara umum, UU Cipta Kerja memang ditunjukkan untuk melahirkan atau menciptakan kerja, untuk mengerem deindustrialisasi yang sudah berlangsung cukup lama. Selain itu, setidaknya ada 6 poin yang akan menguntungkan UMKM dan Koperasi yang diatur dalam UUCK.
- UUCK bisa mempermudah akses pembiayaan, akses pasar, akses pengembangan usaha, akses perizinan dan akses rantai pasok.
- Kemampuan UMKM dalam penyerapan tenaga kerja akan semakin besar. Masalah-masalah lain yang sering disuarakan pelaku UMKM dan koperasi adalah menyangkut lapangan kerja. Maka dengan UU ini, kemampuan UMKM dalam menciptakan atau penyerapan tenaga kerjanya akan semakin besar.
- UUCK bisa memberikan kemudahan untuk memaksimalkan potensi startup lokal. Terlebih startup yang berasal dari kalangan anak-anak muda kampus yang terdidik.
- Dengan adanya Cipta Kerja ini bisa memberikan penguatan dan proteksi terhadap persaingan dengan usaha besar. Jadi tidak betul, undang-undang Cipta Kerja akan mendorong liberalisasi investasi yang akan menyingkirkan UMKM dan kita cukup optimis pengaturan investasi kita dorong agar ada kemitraan dengan UMKM.
- Dengan adanya UUCK ini, jaminan kredit program tidak harus berupa aset, tetapi kegiatan UMK yang dapat dijadikan jaminan kredit. Selama ini dalam sistem pembiayaan perbankan konvensional, aset menjadi jaminan untuk mendapatkan modal kerja maupun investasi. Tapi sekarang dengan adanya UUCK, kegiatan usaha rencana usaha, order dan lain sebagainya bisa dijadikan semacam jaminan untuk mendapatkan modal kerja.
- UUCK bisa memberikan kesempatan berusaha yang mudah dan juga memiliki kesempatan untuk berkembang sebagaimana korporasi.[31]
Kemudahan yang akan diberikan UU Cipta Kerja.
Melalui UU Cipta Kerja pemerintah memberi kemudahan berusaha, perlindungan dan pemberdayaan dalam UMKM, dan terdapat 9 (Sembilan) kemudahan yang akan diberikan (UU Cipta Kerja), yaitu:
- Pertama, izin tunggal bagi UMKM. Sehingga pelaku UMKM kini hanya cukup mengantongi Nomor Induk Berusaha (NIB). NIB berlaku untuk semua kegiatan usaha (UMKM) mulai izin usaha, izin edar, standar nasional Indonesia (SNI), hingga sertifikasi produk halal.
- Kedua, ketentuan insentif oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah bagi perusahaan besar yang bermitra dengan UMKM. Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya persaingan bisnis.
- Ketiga, pengelolaan terpadu UMKM melalui sinergi pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan stakeholders terkait pendampingan berupa dukungan manajemen, SDM, anggaran dan penyediaan prasarana dan sarana.
- Keempat, kemudahan pembiayaan dan intensif secara fiskal. Di antaranya penyederhanaan administrasi perpajakan, pengajuan izin usaha tanpa biaya, insentif pajak penghasilan, dan insentif kepabeanan bagi UMKM ekspor.
- Kelima, adanya dana alokasi khusus (DAK) dari pemerintah untuk pengembangan UMKM. Keenam, bantuan dan perlindungan hukum untuk menjaga kelangsungan bisnis UMKM.
- Ketujuh, prioritas produk UMKM dalam kegiatan belanja barang dan pengadaan jasa pemerintah. “Ketentuannya minimal menyerap 40 persen produk UMKM.
- Kedelapan, pola kemitraan UMKM. Rest area, stasiun, terminal, pelabuhan, hingga bandara wajib menyediakan tempat promosi dan penjualan bagi UMKM melalui pola kemitraan. Alokasi lahan pada infrastruktur publik paling sedikit 30 persen dari luas total lahan area komersial.
- Kesembilan, kemudahan bagi koperasi. Yakni, pendirian koperasi primer kini cukup dengan minimal 9 orang anggota, rapat anggota tahunan bisa dilakukan secara daring atau luring, dan koperasi bisa usaha syariah.[32]
Perlindungan, dan pemberdayaan kepada UMKM
Pengesahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (UUCK) telah membawa dampak potitif bagi para pelaku usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), terutama karena salah satu tujuannya akan memberikan kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan kepada UMKM dan juga telah mengubah ketentuan mengenai Kriteria UMKM dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Menurut Pasal 87 angka 1 UU Cipta Kerja, kriteria UMKM dapat memuat modal usaha, omzet, kekayaan kekayaan bersih, hasil penjualan tahunan, atau nilai investasi, insentif dan disinsentif, penerapan teknologi ramah lingkungan, kandungan lokal, atau jumlah tenaga kerja sesuai dengan kriteria sektor usaha. Dalam ketentuan UUCK terdapat beberapa ketentuan yang memberikan kemudahan bagi UMKM.
Selain itu dalam ketentuan UUCK yang memberikan kemudahaan bagi UMKM dengan memberikan Insentif dan Kemudahan Bagi Usaha Menengah dan Besar Yang Bermitra dengan UMK, dan berdasarkan Pasal 90 ayat (1) UU Cipta Kerja mewajibkan kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk memfasilitasi, mendukung, dan meningkatkan kegiatan kemitraan dengan koperasi, usaha mikro, dan usaha kecil yang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi dan tingkat usaha. Dengan adanya ketentuan tersebut, pelaku usaha mikro dan usaha kecil (UMK) diberikan fasilitas oleh pemerintah untuk usaha menengah dan usaha besar. Kemitraan yang dimaksud mencakup proses alih keterampilan, di bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan, sumber daya manusia, dan teknologi.
Kemudahan dalam fasilitas pembiayaan dan insentif fiskal
Kemudian berdasarkan Pasal 90 ayat (5) UU Cipta Kerja menyatakan, bagi usaha menengah dan besar dengan UMK akan diberikan insentif oleh pemerintah pusat, sehingga tidak hanya pihak UMK saja yang diuntungkan, pihak UMK juga mendapatkan keuntungan. Namun, saat ini ketentuan mengenai pemberian insentif tersebut masih perlu diatur dalam peraturan pemerintah. Keberadaan UUCK juga memberikan suatu kemudahan dalam fasilitas pembiayaan dan insentif fiskal, sebagaimana diatur dalam Pasal 92 UU Cipta Kerja memberikan kemudahan/penyederhanaan kepada UMK.
Adapun bentuk kemudahan dan penyederhanaan yang diberikan oleh UUCK adalah berupa:
- Keringanan biaya Perizinan Berusaha.
Bagi UMK yang mengajukan Perizinan Berusaha dapat diberi insentif berupa tidak kenai biaya untuk Usaha Mikro dan diberikan keringanan biaya untuk Usaha Kecil sesuai dengan Pasal 12 UU UMKM jo. UU Cipta Kerja.
- Pembiayaan dan penjaminan bagi UMKM.
Bagi Usaha Mikro dan Kecil, pembiayaan dapat diterima dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), serta Usaha Besar nasional dan asing. Pembiayaan tersebut dapat berupa pinjaman, penjaminan, hibah, dan pembiayaan lainnya. Pemerintah dapat pula memberikan insentif dalam bentuk kemudahan persyaratan perizinan, keringanan tarif sarana dan prasarana, dan bentuk insentif lainnya. Sedangkan bagi Usaha Menengah, pemerintah memfasilitasi dan mendorong peningkatan pembiayaan modal kerja dan investasi melalui perluasan sumber dan pola pembiayaan, akses terhadap pasar modal, dan mengembangkan lembaga penjamin kredit, dan meningkatkan fungsi lembaga penjamin ekspor
- Pemberian insentif kepada Usaha Besar dan Menengah dalam rangka kegiatan kemitraan dengan Koperasi atau UMK.
Pemerintah pusat dan daerah wajib memfasilitasi, mendukung, dan menstimulasi kegiatan kemitraan Usaha Menengah dan Usaha Besar dengan Koperasi, Usaha Mikro, dan Usaha Kecil yang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi dan level usaha. Bagi pelaku yang telah melakukan kemitraan, pemerintah akan memberikan insentif melalui pengembangan produk agar dapat diekspor, penyerapan tenaga kerja, penggunaan teknologi yang ramah lingkungan, serta menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan.
- UMK diberi kemudahan/penyederhanaan administrasi perpajakan
UMK yang berorientasi ekspor dapat diberikan insentif kepabeanan dan bagi UMK tertentu dapat diberi insentif Pajak Penghasilan (PPh).
- Mempermudah UMK dalam hal pendaftaran dan pembiayaan Hak Kekayaan Intelektual (HKI).
Tidak hanya itu, pemerintah pusat dan daerah juga mempermudah dan menyederhanakan proses untuk UMK dalam mengimpor bahan baku dan bahan penolong industri apabila tidak dapat dipenuhi dari dalam negeri, dan/atau fasilitasi ekspor.
- Pembebasan biaya untuk mendapatkan Sertifikasi Halal
Poin ini diatur di dalam Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal yang telah diubah dalam UU Cipta Kerja. Dikatakan dalam Pasal 44 Ayat 2 peraturan tersebut, jika permohonan Sertifikasi Halal diajukan oleh Pelaku UMK maka tidak akan dikenai biaya.
- Pemerintah pusat mengalokasikan Dana Alokasi Khusus (DAK).
DAK diberikan sebagai bentuk dukungan pendanaan bagi pemerintah daerah dalam rangka kegiatan pemberdayaan dan pengembangan UMKM. Pengalokasian DAK tersebut harus dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Penyediaan tempat promosi bagi UMK di infrastruktur publik.
Pemerintah pusat dan daerah, BUMN, BUMD, dan badan usaha swasta wajib mengalokasikan penyediaan tempat promosi, tempat usaha, dan/atau pengembangan UMK pada infrastruktur publik yang mencakup terminal, bandar udara, pelabuhan, stasiun kereta api, tempat istirahat dan pelayanan jalan tol, serta infrastruktur public lainnya. Alokasi tersebut paling sedikit 30% dari luas tempat pembelanjaan pada infrastruktur publik yang bersangkutan.
- Penyediaan layanan bantuan dan pendampingan hukum.
Penyediaan tersebut bersifat wajib oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Ketentuan tersebut dipertegas di dalam Pasal 96 UU UMKM jo. UU Cipta Kerja. [33]
Kemudahan Perizinan Berusaha
Ketentuan UUCK juga memberikan Kemudahan Perizinan Berusaha sebagaimana diatur dalam Pasal 91 UU Cipta Kerja memberikan kemudahan bagi pelaku usaha UMK untuk mengurus izin usaha. Pemerintah akan memberikan Nomor Induk berusaha (NIB) kepada pelaku usaha UMK secara elektronik. Pelaku usaha UMK hanya perlu bekerja Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Surat Keterangan berusaha dari pemerintah menetapkan rukun tetangga (RT). NIB tersebut akan bekerja sebagai perizinan tunggal yang berlaku untuk semua kegiatan usaha.[34] Perizinan tunggal yang dimaksud meliputi:
- Perizinan Berusaha
- Standar Nasional Indonesia (SNI)
- Sertifikasi Jaminan Produk Halal.[35]
Sebagai catatan, jika kegiatan usaha UMK memiliki risiko menengah atau tinggi terhadap kesehatan, keamanan, dan keselamatan serta lingkungan, maka perlu memiliki sertifikasi standar dan/atau izin (Pasal 91 ayat (7) UU Cipta Kerja ).
Apabila UMKM tidak diberikan perlindungan hukum oleh pemerintah, maka dapat dipastikan UMKM tidak akan mampu menjadi lebih baik. Dalam arti bahwa usaha kecil tidak dapat berkembang dalam posisi berdiri sama tinggi, duduk sama rendah, dengan usaha yang jauh lebih besar. Perlindungan menjadi kata kunci penting bagi usaha kecil, mengingat tantangan liberalisasi ekonomi yang semakin besar. Prinsip perlindungan dalam hukum ekonomi terutama kegiatan UMKM adalah mencakup:[36]
- Prinsip ekonomi dalam UUD 1945, prinsip ini seperti dirumuskan oleh the founding father atau pembentuk UUD 1945 yang telah memikirkan dengan matang bangunan ekonomi bagi bangsa Indonesia, melalui prinsip ekonomi guna mencapai tujuan nasional yaitu masyarakat adil dan makmur.
- Prinsip perlindungan kepentingan nasional. Ketentuan dalam Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD 1945 diatur mengenai penguasaan negara atas cabang-cabang produksi yang memenuhi kepentingan nasional. Penguasaan negara atas cabang-cabang produksi tersebut didasarkan pada upaya untuk dapat melindungi kepentingan rakyat banyak guna memenuhi kebutuhan primer.
- Prinsip perlindungan dalam hukum internasional dan hukum perdata. Selain aspek hukum nasional yang berupaya meningkatkan kemampuan daya saing produk barang dan jasa dalam negeri, perekonomian nasional juga harus memperhatikan prinsip perlindungan hukum internasional.
- Prinsip perlindungan bagi golongan ekonomi lemah. Berbagai ketentuan yang mengatur pengembangan UMKM selama ini menunjukkan perhatian pemerintah terhadap penguasah kecil. Di antara ketentuan tersebut adalah undang-undang nomor 20 tahun 2008 tentang UMKM sebagai upaya perlindungan hukum untuk pengusaha kecil.
- Prinsip perlindungan kepentingan nasional dalam GATT. Kepentingan ekonomi nasional suatu negara perlu dilindungi dari praktik bisnis curang, baik yang dilakukan oleh pengusaha di dalam negeri maupun pengusaha asing.
Pemberdayaan dan pengembangan UMK
UUCK juga memberikan Dana Alokasi Khusus, Bantuan dan Pendampingan Hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 95 UU Cipta Kerja menyatakan, pemerintah pusat mengalokasikan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk mendukung pendanaan bagi pemerintah daerah dalam rangka pemberdayaan dan pengembangan UMK. Selain itu, UMK juga akan mendapatkan layanan bantuan dan pendampingan hukum bagi UMK dari pemerintah (Pasal 96 UU Cipta Kerja ).[37]
UUCK juga memberikan kemudahan Sertifikasi Halal sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal menyatakan, bahwa produk yang masuk, beredar, dan menjual di Indonesia wajib bersertifikat halal. Ketentuan tersebut berlaku untuk setiap produk berupa barang dan/atau jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta barang gunaan yang digunakan, digunakan atau dimanfaatkan oleh masyarakat. Dari ketentuan itu, maka setiap produk yang disebutkan diatas yang matiarkan atau dijual, baik secara eceran sampai dijual di supermarket wajib bersertifikat halal. Menurut Pasal 48 angka 1 UU Cipta Kerja, bagi pelaku usaha UMK bersertifikat halal berdasarkan pernyataan pelaku usaha UMK. Akan tetapi, pernyataan itu harus berdasarkan standar halal yang telah ditetapkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Kemudian dalam Pasal 48 angka 20 UU Cipta Kerja, bagi pelaku usaha UMK yang ingin mengajukan permohonan sertifikasi halal tidak dikenai biaya.
Membebaskan biaya perizinan berusaha UMK
Berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Pasal 12 ayat 1 (b) UU Cipta Kerja yang berbunyi, membebaskan biaya perizinan berusaha bagi usaha mikro dan memberikan keringanan biaya perizinan berusaha bagi usaha kecil. Dengan demikian UUCK dan PP No.7/2021 telah memberikan kemudahan dalam berusaha yang ditandai dengan adanya perizinan tunggal dan prosedur perizinan menjadi lebih sederhana melalui Online Single Submission (OSS) dan juga adanya peran pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, usaha besar nasional dan asing dalam penyediaan pembiayaan bagi usaha mikro dan kecil tidak berubah bahkan akses data klaim akan semakin luas, variatif dan mudah. Kemudian terkait kemudahan mengelola UMKM dalam UU Cipta Kerja yaitu:
- Administrasi perpajakan dipermudah dan disederhanakan, serta insentif pajak dan kepabean bagi usaha mikro dan kecil.
- Penyediaan layanan bantuan dan pendampingan hukum bagi usaha mikro dan kecil.
- Adanya pelatihan dan pendampingan pemanfaatan sistem atau media aplikasi dalam pelaksanaan pembukuan/pencatatan keuangan bagi usaha mikro dan kecil.
- Bagi usaha mikro dan kecil berlaku upah berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja, sekurang-kurangnya sebesar persentase tertentu dari rata-rata konsumsi masyarakat.
- Perlindungan bagi UMKM agar tidak dikuasai atau dimiliki oleh usaha besar akan semakin diperkuat. Serta keenam, meningkatkan peluang usaha bagi produk UMKM dengan kemitraan rantai pasok. “Ada kemitraan antara usaha menengah dan besar dengan usaha mikro dan kecil melalui pemberian insentif dan kemudahan”[38]
Kemudahan dalam mengembangkan UMKM,
Diatur pula kemudahan dalam mengembangkan UMKM, diantaranya, kegiatan usaha UMKM dapat menjadi jaminan untuk mengakses kredit pembiayaan usaha.[39] Tak hanya itu proses pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual (HKI) juga disebut akan dipermudah dan disederhanakan. Selama pandemi Covid-19, Ada sebanyak 6,3 juta pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah di Indonesia terpuruk. Pendapatan harian mereka merosot drastis sehingga mengancam keberlangsungan usaha. Beberapa dari mereka pun mencari solusi untuk bertahan, salah satunya dengan memanfaatkan teknologi.contohnya, pemilik restoran Asoka Corner yang beroperasi di Medan, Kania (32), mengandalkan jasa ojek daring untuk operasi usahanya. Restoran ini semula kuat dengan konsep makan di tempat. Namun, pembatasan sosial dan imbauan bekerja dari rumah membuat restorannya sepi pengunjung. Fasilitas karaoke dan ruang pertemuan di restoran tersebut harus dihentikan sementara. pemerintah berkolaborasi selamatkan UMKM dan koperasi.[40]
Penting untuk diingat bahwa sekalipun UMKM memiliki peran yang kuat dalam perekonomian global, UMKM memiliki beberapa kendala dalam pengimplementasiannya khususnya di Indonesia. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) merangkum hal-hal yang menjadi kendala bagi UMKM untuk dapat berkembang di Indonesia[41]:
- Tingkat produktivitas rendah. Meskipun secara kuantitas, jumlah UMKM meningkat, namun hal ini tidak berbanding lurus produktivitas dan kualitas. Terutama untuk usaha jenis mikro. Hal ini menjadikan UMKM harus meningkatkan produktivitasnya guna mampu bersaing dengan jenis usaha besar. Menurut Bappenas, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor tersebut adalah rendahnya kualitas sumber daya manusia, keterbatasan dalam manajemen keorganisasian, penguasaan teknologi, dan pemasaran UMKM, serta rendahnya kompetensi kewirausahaan dalam UMKM.
- Terbatasnya akses untuk mendapatkan sumber daya, khususnya permodalan, teknologi, informasi dan pemasaran. Meskimpun UMKM memiliki beberapa keunggulan sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, UMKM memiliki permasalahan khusus terkait pendanaan. World Bank menilai bahwa UMKM dianggap lebih sulit untuk mendapatkan pinjaman bank disbanding perusahaan besar.37 UMKM kerap bergantung pada modal dan harta pribadi untuk menjalankan usahanya. Di mana sudah tentu apabila UMKM mengalami bangkrut.
- Rendahnya kualitas operasional organisasi, Meskipun secara statistik UMKM sudah mulai banyak bermunculan di tengah masyarakat, akan tetapi pada prakteknya UMKM yang benar-benar beroperasi sesuai dengan peraturan hukum yang terkait masih sangat sedikit. Contohnya, UMKM secara umum masih belum melakukan tata kelola badan usaha dengan baik (Good Corporate Governance).
- Rendahnya kualitasi koperasi, salah satu bentuk badan usaha yang dapat dipercaya untuk menjalankan usaha adalah koperasi. Dalam menjalankan koperasi banyak faktor-faktor yang yang harus diselenggarakan secara bersama-sama antara pendiri, pengurus, dan pekerja. Karena salah satu persyaratan untuk mendirikan koperasi adalah sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) orang berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Tentu saja adanya pasal tersebut membuat semakin bertentangan dengan semangat usaha perorangan yang terdapat dalam UU UMKM.
- Iklim usaha yang tidak kondusif, iklim usaha yang tidak kondusif merupakan salah satu penyebab UMKM sulit untuk bersaing. Bappenas menjelaskan hal tersebut diakibatkan oleh ketidakpastian dan ambivalensi dalam prosedur perizinan untuk UMKM sehingga biaya usahanya menjadi tinggi, iklim bisnis yang tidak sehat, dan lemahnya koordinasi antarlembaga untuk mendukung UMKM.
- Banyaknya UMKM yang tidak berbentuk usaha formal, Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh World Bank, saat ini jenis UMKM berbadan usaha informal atau tanpa bentuk usaha yang jelas, jauh lebih banyak ketimbang UMKM berbadan usaha formal dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT), Commanditaire Vennootschap (CV), Firma, dan sebagainya[42] dengan rentang jumlah 70 juta s.d 100 juta UMKM formal dan 285 juta s.d 345 juta UMKM informal[43]. The World Bank pun menilai bahwa UMKM akan lebih stabil dalam menjalankan usahanya apabila sudah berbentuk formal, karena akan mendapatkan akses pendanaan yang lebih baik, profit yang lebih baik, dan berdampak pada meningkatnya pajak negara.
Terkait impor bahan baku dan bahan penolong industri dipermudah serta fasilitas ekspor bagi usaha mikro kecil dan menengah. Yang sedang digaungkan juga adanya alokasi produk usaha mikro dan kecil serta koperasi dari hasil produksi dalam negeri dalam pengadaan barang atau jasa pemerintah. Kemudian adanya Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk mendukung kegiatan pemberdayaan dan pengembangan UMKM. Adapun soal memperluas pasar dan promosi produknya, UMKM juga mendapat kesempatan lebih besar di rest area jalan tol dan infrastruktur publik seperti, terminal, bandara, pelabuhan, stasiun kereta api dan lainnya.[44]
Inkubasi penciptaan dan penumbuhan usaha baru
Selain itu UU Cipta Kerja juga terdapat aturan mengenai inkubasi penciptaan dan penumbuhan usaha baru, serta penguatan kapasitas pelaku usaha pemula. Terakhir ialah pendampingan untuk meningkatkan kapasitas usaha mikro kecil dan menengah, sehingga mampu mengakses sumber pembiayaan. Oleh karena itu ketentuan perizinan usaha untuk UMKM diharapkan bisa meningkatkan daya saing bagi para pelaku UMKM. Aturan lebih lanjut mengenai ketentuan UMKM pun tertuang di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM. Keuntungnnya untuk UMKM, Menurut Bahlil di antaranya adalah kini pemberian izin UMKM bisa memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB), yang akan membuat pemberian izin usaha kepada UMKM menjadi cepat, hanya dua sampai tiga jam saja. Selain itu, dengan adanya NIB ini, pelaku UMKM akan lebih mudah untuk mendapatkan akses permodalan dari perbankan. Sebelumnya, perizinan berusaha untuk pelaku UMKM dapat mencapai jutaan rupiah. Jadi sekarang UMKM izinnya (berusaha) cukup NIB tidak perlu notifikasi. Itu bahkan mungkin 2-3 jam sudah selesai.[45] Dengan NIB itu pembiayaan sudah bisa masuk di bank. Keistimewaan lainnya, pemerintah akan memberikan kemudahan bahan baku, proses produksi, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), hingga pemasaran produk dari UMKM. Bahkan pemerintah mengalokasikan 40% belanja khusus membeli produk-produk UMKM.[46]
Pemerintah juga memberikan kemudahan agar UMKM dapat bermitra dengan pelaku usaha besar. Hal ini sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021. Bahkan pengusaha besar bisa mendapat insentif jika bermitra dengan UMKM.[47] Dengan adanya pihak pengusaha dalam maupun luar negeri, pengusaha besar yang akan melakukan usaha di daerah atau dimana saja, wajib hukumnya berkolaborasi bergandengan dengan pengusaha nasional yang ada di daerah dan UMKM. Kendati demikian, untuk diketahui lewat UU Cipta Kerja, pemerintah juga telah mengubah kriteria UMKM berdasarkan Modal Dasar. Perluasan kriteria berdasarkan modal dasar ini diharapkan bisa memperluas basis pembinaan dan pemberdayaan UMKM. Pemerintah mendorong sektor UMKM sebagai tindak lanjut dari program Bangga Buatan Indonesia. Deputi Bidang Pengawasan Kementerian Koperasi dan UKM, Ahmad Zabadi, menyambut baik terbitnya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja).[48]
Koperasi primer cukup didirikan minimal 9 orang anggota
Manfaat utama dari kemudahan bagi koperasi yakni, pendirian koperasi primer kini cukup dengan minimal 9 orang anggota, rapat anggota tahunan bisa dilakukan secara daring dan koperasi bisa usaha syariah. Aturan turunan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) telah selesai dibuat. Salah satu aturan itu membahas sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), yakni di Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan UKM. Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki menjelaskan dengan adanya aturan di UU Cipta Kerja itu akan meningkatkan kapasitas usaha dan daya saing produk UMKM. “Kami optimis dengan PP ini perkembangan koperasi & UKM akan lebih baik dalam meningkatkan kapasitas usahanya maupun daya saing. Kapasitas produksi dan daya saing ini jadi agenda besar yang akan jadi prioritas di pelaksanaan UU Cipta Kerja ini,” kata Teten dalam sosialisasi turunan UU Cipta Kerja yang dilihat virtual.[49]
Setelah disahkannya UU Cipta Kerja juga dapat memberikan kemudahan bagi UMKM untuk mendapat Nomor Induk Berusaha (NIB). Teten meminta pemerintah daerah (Pemda) dan pemerintah pusat proaktif mendorong UMKM untuk memperoleh NIB. “Setiap daerah ditarget supaya nanti banyak usaha mikro yang memperoleh NIB. Kami akan dorong Pemda-pemda, Kepala Dinas di Kabupaten/Kota untuk segera mendaftarkan, jadi jangan nunggu, harus proaktif,” tegasnya.Pihaknya menargetkan sebanyak-banyaknya pelaku UMKM yang memperoleh NIB setelah ada UU Cipta Kerja. Mulai tahun 2022 dan seterusnya, ditargetkan ada 6 juta pelaku UMKM per tahunnya yang memegang izin.[50]
Pelaku UMKM yang memperoleh NIB juga akan diperluas manfaatnya setelah ada UU Cipta Kerja. Selain mendapat izin, dengan NIB bisa membuat usaha menjadi lebih formal karena bisa sebagai standar nasional Indonesia (SNI), dan sertifikasi halal. Jadi pemerintah melalui PP ini menjadikan NIB sebagai izin usahanya, standar nasional dan sertifikasi halal. Ini kita harapkan banyak pelaku usaha mikro yang terbantu dengan memperoleh legalitas.[51]
[1] Modernisasi suatu masyarakat ialah suatu proses transformasi, perubahan masyarakat dalam segala aspek-aspeknya. Lihat J.W. Schoorl, Modernisasi: Pengantar Sosiologi Pembangunan Negara-Negara Sedang Berkembang, ed. R.G. Soekadijo, 1982, Jakarta: PT. Gramedia, hlm. 1. Lebih tegas lagi, Nanang Martono mengartikan modernisasi sebagai suatu proses perubahan ketika masyarakat yang sedang memperbaharui dirinya berusaha mendapatkan ciri-ciri atau karakteristik yang dimiliki masyarakat modern. Lihat Nanang Martono, Sosiologi Perubahan Sosial: Perspektif Klasik, Modern, Posmodern, dan Poskolonial, 2016, Jakarta: Rajawali Pres, hlm. 172.
[2] Lihat Pasal 3 UU No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian
[3] Lihat Pasal 4 UU No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian
[4] Lihat Pasal 124 ayat (1) UU No. 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian
[5] Lihat Pasal 1 angka 1 UU No. 17 tahun 2012 tentang Koperasi.
[6] Rahardian Prima Nugraha, Pembaharuan UU Perkoperasian Pasca Putusan Mahkamah konstitusi Nomor 28/PUU-XI/2013 (Reform of The Law on Cooperatives Upon the Constitutional Court’s Decision Number 28/PUU-XI/2013, Jurnal Legislasi Indonesia Vol 14 No. 01 Maret 2017 : 29-38, hal 34.
[7] Lihat Pasal 33 ayat (1) UUD 1945
[8] Lihat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 28/PUU-XI/2013.
[9] Ibid.
[10] Orriza Julia Ervianty, Analisis Hukum atas Tugas dan Peranan Notaris dalam Pendirian sebelum dan setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian dan Pasca Keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 28/PUU-XI/2013, Jurnal Hukum, hal 11.
[11] Muhammad Gondo Ratangin, Pergeseran Kekuatan Akta Autentik serta Kewenangan Notaris dalam Pembuatan Akta Pendirian Koperasi (Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No. 28/PUU-XI/2013, Lex Renaissance No. 1 Vol 2 Januari 2017 :114 -130, hal 120.
[12] Eddy Cahyono Sugiarto selaku Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Sekretariat Negara, 49 Peraturan Pelaksana UU Cipta Kerja diUndangkan, ini rinciannya, https://nasional.kompas.com/read/2021/02/21/14592421/49-peraturan-pelaksana-uu-cipta-kerja-diundangkan-ini-rinciannya?page=all, diakses tanggal 15 Mei 2021.
[13] Tulus Tambunan, 2012, Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Indonesia : Isu-isu Penting, LP3s, hal 11
[14] Roni Dwi Susanto selaku kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), UMKM dan Koperasi peroleh Kemudahan Usaha, https://indonesia.go.id/kategori/indonesia-dalam-angka/2564/umkm-dan-koperasi-peroleh-kemudahan-usaha, diakses tanggal 20 Mei 2021.
[15] Yasonna Laoly selaku Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesi, Melihat Kembali Kemudahan Berusaha UMKM di UU Cipta Kerja, https://www.hukumonline.com/berita/baca /lt6035cf5909bc5/melihat-kembali-kemudahan-berusaha-umkm-di-uu-cipta-kerja/, diakses tanggal 20 Juni 2021.
[16] Lihat Pasal 35 PP No.7/2021.
[17] Lihat Pasal 36 PP No.7/2021.
[18] PP 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM, https://www.jogloabang.com/ekbis/pp-7-2021-kemudahan-pelindungan-pemberdayaan-koperasi umkm, diakses tanggal 16 Juni 2021.
[19] Lihat Pasal 35 ayat (3) huruf a PP No. 7/2021.
[20] Lihat Pasal 35 ayat (3) huruf b PP No. 7/2021.
[21] Lihat Pasal 35 ayat (3) huruf c PP No. 7/2021.
[22] Lihat Pasal 35 ayat (5) huruf a PP No. 7/2021.
[23] Lihat Pasal 35 ayat (5) huruf b PP No. 7/2021.
[24] Lihat Pasal 35 ayat (5) huruf c PP No. 7/2021.
[25] Arief Rahman Hakim selaku Deputi Bidang Pengembangan SDM Kementerian Koperasi dan UKM (KemenkopUKM), https://nasional.kontan.co.id/news/sederet-kemudahan-umkm-dalam-uu-cipta-kerja-dari-perizina n-hingga-perluas-pasar, diakses tanggal 20 Juni 2021.
[26] Arief Rahman Hakim selaku Deputi Bidang Pengembangan SDM Kementerian Koperasi dan UKM (KemenkopUKM), Ini dia Aturan Pembentukan Koperasi di UU Cipta Kerja , Cukup 9 Orang saja, https://nasional.kontan.co.id/news/ini-dia-aturan-pembentukan-koperasi-di-uu-cipta-kerja-cukup-9-orang-saja, diakses tanggal 20 Juni 2021.
[27] Rully Indrawan selaku Sekretaris Kementerian (KemenkopUKM), Ini dia Aturan Pembentukan Koperasi di UU Cipta Kerja , Cukup 9 Orang saja, https://nasional.kontan.co.id/news/ini-dia-aturan-pembentukan-koperasi-di-uu-cipta-kerja-cukup-9-orang-saja, diakses tanggal 20 Juni 2021.
[28] Wisswani. N. W, Prototype Teknologi Rantai Informasi Berbasis Web Bagi UMKM, hal 42.
[29] Airlangga Hartarto selaku Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Ini Kelebihan UU Cipta Kerja Versi Pemerintah, https://ekonomi.bisnis.com/read/20201005/12/1300806/ini-kelebihan-ruu-cipta-kerja-versi-pemerintah, diakses tanggal 15 Mei 2021.
[30] Airlangga Hartarto selaku Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, RUU Cipta Kerja disepakati, ini Manfaatnya bagi UMKM & Pekerja, https://www.cnbcindonesia.com/news/ 20201004160308-4-191773/ruu-ciptaker-disepakati-ini-manfaatnya-bagi-umkm-pekerja, diakses tanggal 15 Mei 2021.
[31] Teten Masduki selaku Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM), Ini 6 Keuntungan yang Diberikan UU Cipta Kerja untuk UMKM dan Koperasi, https://money.kompas.com/read/2020/10/09/054100826/ini-6-keuntungan-yang-diberikan-uu-cipta-kerja-untuk-umkm-dan-koperasi, diakses tanggal 20 Juni 2021.
[32]Ahmad Zabadi selaku Deputi Bidang Pengawasan Kementerian Koperasi dan UKM, 9 Manfaat UU Cipta Kerja Bagi Koperasi dan UMKM, https://www. liputan6.com/bisnis/read/4421320/9-manfaat-uu-cipta-kerja-bagi-koperasi-dan-umkm, diakses tanggal 19 Juni 2021.
[33] https://kontrakhukum.com/article/pertumbuhanumkmuuciptakerja, diakses tanggal 20 Juni 2021.
[34] Wuri Sumampouw, Perlindungan Hukum terhadap Usaha Mikro Kecil dan Menengah Pasca Berlakunya Undang-Undang Cipta Kerja (Legal Protection for Small and Medium Micro Enterprises After the Enactment of the Job Creation, Jurnal the Jure, Volume 13 Nomor 1 April 2021 , hal 36
[35] Airlangga Hartanto selaku Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Kemudahan untuk UMKM dalam Omnibus Law Cipta Kerja, apa saja?, https://nasional.kontan.co.id/news/kemudahan-untuk-umkm-dalam-omnibus-law-cipta-kerja-apa-saja, diakses tanggal 15 Mei 2021.
[36] Ade Komarudin, 2014, Politik Hukum Integratif UMKM, (PT. Wahana Semesta Intermedia : Jakarta), hal 20-21.
[37]https://smartlegal.id/perizinan/2020/12/08/uu-cipta-kerja-sah-5-kemudahan-yang-bakal-diperoleh-umkm/, diakses tanggal 20 Juni 2021.
[38]Arief Rahman Hakim selaku Deputi Bidang Pengembangan SDM Kementerian Koperasi dan UKM (KemenkopUKM), Sederet Kemudahan UMKM dalam UU Cipta Kerja dari Perizinan hingga Perluas Pasar, https://nasional.kontan.co.id/news/sederet-kemudahan-umkm-dalam-uu-cipta-kerja-dari-perizina n-hingga-perluas-pasar, diakses tanggal 20 Juni 2021.
[39] Ibid
[40] Sabungan Sibarani, Inovasi Produk bagi UMKM di Tengah Pandemi Covid 19 Berdasarkan Sudut Pandang Hukum dan Demokrasi, Jurnal Penelitian Hukum, Volume 2 Nomor 1, Desember 2020, hal 2.
[41] “Chapter-20-Empowerment-of-Cooperatives-and-Micro-Small-and-Medium- -Enterprise.Pdf.
[42] Ibid.
[43] Ibid.
[44] Arief Rahman Hakim selaku Deputi Bidang Pengembangan SDM Kementerian Koperasi dan UKM (KemenkopUKM), UU Cipta Kerja Memberikan Kontribusi Positif bagi UMKM, https://www.tirtayasa.id/uu-cipta-kerja-memberikan-kontribusi-positif-bagi-umkm/, diakses tanggal 2 Juli 2021.
[45] Bahlil Lahadalia selaku kepala Badan Koordinasi Penenaman Modal (BKPM), UMKM Paling di ‘dimanja’ UU Cipta Kerja, https://www.cnbcindonesia.com/news/20210224165735-4-225923/umkm-paling-dimanja-uu-cipta-kerja, diakses tanggal 25 Juni 2021.
[46] Ibid.
[47] UMKM dan Koperasi Peroleh Kemudahan Usaha, https://indonesia.go.id/kategori/indonesia-dalam-angka/2564/umkm-dan-koperasi-peroleh-kemudahan-usaha, diakses tanggal 20 Juni 2021.
[48] Ahmad Zabadi selaku Deputi Bidang Pengawasan Kementerian Koperasi dan UKM, 9 Manfaat UU Cipta Kerja Bagi Koperasi dan UMKM, https://www. liputan6.com/bisnis/read/4421320/9-manfaat-uu-cipta-kerja-bagi-koperasi-dan-umkm, diakses tanggal 19 Juni 2021.
[49] Teten Masduki selaku Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM), Ini 6 Keuntungan yang Diberikan UU Cipta Kerja untuk UMKM dan Koperasi, https://money.kompas.com/read/2020/10/09/054100826/ini-6-keuntungan-yang-diberikan-uu-cipta-kerja-untuk-umkm-dan-koperasi, diakses tanggal 20 Juni 2021.
[50] Teten Masduki selaku Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM), Ada UU Cipta Kerja, Pemerintah Genjot Izin Berusaha UMKM, https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5407324/ada-uu-cipta-kerja-pemerintah-genjot-izin-berusaha-umkm, diakses tanggal 17 Mei 2021.
[51] Arief Rahman Hakim selaku Deputi Bidang Pengembangan SDM Kementerian Koperasi dan UKM (KemenkopUKM), Sederet Kemudahan UMKM dalam UU Cipta Kerja dari Perizinan hingga Perluas Pasar, https://nasional.kontan.co.id/news/sederet-kemudahan-umkm-dalam-uu-cipta-kerja-dari-perizina n-hingga-perluas-pasar, diakses tanggal 20 Juni 2021.
Komentar