oleh

Pembelaan ala Mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara

SUNGGUH jenaka gaya pembelaan mantan menteri sosial Juliari Peter Batubara di depan majelis hakim . Alih-alih mengakui kesalahannya dan secara jantan misalnya rela mendekam di penjara demi menebus kesalahannya, justru ia minta dibebaskan dengan dalih status sebagai tersangka koruptor itu telah membuat sengsara dirinya.

Pembelaan ala Juliari pada Senin lalu itu menunjukkan bagaimana “kelas” mantan menteri ini: mementingkan diri sendiri, merasa tak melakukan kesalahan, dan menilai kesengsaraan diri dan keluarganya akibat nasib yang menimpanya itu akan lenyap jika ia dibebaskan.  Demikian enaknya ia meminta, demikian entengnya ia mengucapkan permintaannya.

Jaksa menuntut Juliari 11 tahun penjara dan membayar uang pengganti Rp 14,5 miliar. Dalam dakwaannya, jaksa menyebut Juliari  menerima uang suap Rp 32,4 miliar berkaitan dengan bansos karena pandemi Corona pada Kementerian Sosial. Selain pidana ia juga terancam dicabut hak politiknya selama empat tahun.

Perbuatan Juliari  ini jelas telah mengkhianati jabatannya sebagai menteri sosial yang memiliki tanggung jawab  -sebagai bagian negara- menjaga rakyat, terutama rakyat kecil menderita. Praktik korupsi Juliari adalah memotong nilai bantuan sosial (bansos) dan kemudian “potongan” itu mengalir ke mana-mana, selain ke kantongnya sendiri.

Lihat bagaimana isi pledoinya yang meminta ia dibebaskan.

“Dari lubuk hati yang paling dalam, saya sungguh menyesal telah menyusahkan banyak pihak akibat dari perkara ini. Oleh karena itu, permohonan saya, Istri saya dan kedua anak saya serta keluarga besar saya kepada Majelis Hakim Yang Mulia, akhirilah penderitaan kami ini dengan membebaskan saya dari segala dakwaan,”

“Dalam benak saya, hanya Majelis Hakim Yang Mulia yang dapat mengakhiri penderitaan lahir dan batin dari keluarga saya, yang sudah menderita bukan hanya dipermalukan, tetapi juga dihujat untuk sesuatu yang mereka tidak mengerti. Badai kebencian dan hujatan terhadap saya dan keluarga saya akan berakhir tergantung dengan putusan dari Majelis Hakim Yang Mulia…”

Hukum diciptakan untuk keteraturan publik. Pidana penjara tidak dibuat untuk balas dendam, demikian salah satu aliran hukum menyebut fungsi hukum dan pemidanaan. Tujuan hukuman juga memberi contoh pada publik dan memberi rasa keadilan atas mereka yang dianiaya. Untuk Juliari,  melakukan korupsi bantuan untuk mereka yang berhak membutuhkan pada masa bencana, yang membuat jutaan orang kehilangan pekerjaan, seratus ribu lebih orang meninggal serta  500 lebih dokter dan tenaga medis gugur adaah perbuatan yang masuk kategori “sangat dan sangat keterlaluan.”  Karena itu ia pantas mendapat hukuman seberat-beratnya.

 

 

 

 

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed