Jakarta- ”Kopi menjadi salah satu kekuatan ekonomi Indonesia dan ini merupakan pilar penting dalam diplomasi. Untuk itu mutlak dipahami secara mendalam berikut praktik peracikan, penyeduhan dan penyajiannya,” ujar Lintang P. Wibawa, Direktur Sekolah Dinas Luar Negeri (Sekdilu) saat membuka acara ”Pengenalan Kopi” di Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) Senin 8 Nopember 2021. Pelajaran bertajuk “Pengenalan Kopi Nusantara” untuk 62 orang peserta Sekdilu Angkatan ke-42. Kegiatan ini menandai awal pendidikan tentang kopi bagi para calon diplomat RI.
Acara diawali presentasi dari para siswa Sekdilu dari sejarah kopi di Nusantara sampai dengan praktik perdagangan kopi di dunia. Diskusi juga menghadirkan para pakar kopi, pengusaha eksportir dan beberapa diplomat senior. Program perdana Pusdiklat Kemlu ini dikemas sedemikian rupa sehingga dalam satu hari dapat diperoleh pengetahuan secara teoritis dan praktek langsung di beberapa Cafe di luar Pusdiklat.
”Protokol kesehatan kami lakukan dengan test PCR dan antigen baik kepada para peserta maupun kepada para pengamat dan pemberi feedback atas materi presentasi,” kata Eko Junor salah satu pejabat Pusdiklat yang ikut merancang program pengenalan kopi tersebut.
Perlunya referensi yang kuat mengenai kopi
Dalam program pengenalan kopi tersebut beberapa duta besar telah diundang sebagai penanggap dan melakukan sharing informasi kepada para peserta Sekdilu. Dubes/Diplomat Ahli Utama Prayono Atiyanto, Dubes Djumantoro Purbo dan Dubes Bagas Hapsoro telah memberikan tanggapan dan feedback kepada para siswa Sekdilu Angkatan 42 tersebut.
Kemlu juga mengundang enam pemerhati dan produsen kopi untuk melengkapi pemahaman peserta tentang tantangan dan peluang promosi Kopi Nusantara. Mereka, Daroe Handojo (Noozkav Kopi Indonesia), Yugian Leonardy (Gravfarm Indonesia), Suryono Bagus Tani (ALKO Sumatra Kopi), Adi W. Taroepratjeka (Coffee Lab) dan Renata Bukvić-Letica (Tanamera Coffee).
Yugian Leonardi menyampaikan apresiasinya atas langkah-langkah Kemlu yang mengikutsertakan wakil dari stakeholders (pemangku kepentingan) untuk memberikan solusi tentang kopi melalui pendidikan. Pandangan ini didukung oleh Adi Taroepratjeka dari Coffee Lab 5758 Bandung. Mereka sepakat, kopi dan misi diplomatik tidak boleh dilepaskan. Selain menjadi agent of change, diplomat adalah ahli pemasaran (marketers) sekaligus inovators.
Suryono dari ALKO Kopi Gunung Kerinci menyatakan perlunya pengetahuan tentang keberlangsungan (sustainability) dan ketelusuran rekam jejak suatu produk kopi (traceability). ”Di jaman teknologi 4D dan online sekarang, produsen kopi dituntut untuk memberikan suatu pelayanan yang baik tentang asal muasal suatu barang dengan cepat dan terpercaya”, kata Suryono.
Dubes Bagas Hapsoro yang hadir sebagai penanggap materi presentasi siswa menyatakan , sejalan dengan kebijakan nasional tentang kopi, maka diplomasi kopi Indonesia saat ini akan semakin digencarkan dan akan dibagi dalam berbagai bentuk kegiatan baik di dalam maupun di luar negeri. Melalui basis riset yang mendalam dan pengayaan materi melalui praktek barista diharapkan dapat memberikan hasil yang optimal dalam mempromosikan kopi. Kopi menurut pemahaman para pembahas juga mencakup nilai budaya seperti upacara dan tata cara membuat kopi tubruk. ”Dari sisi sosial juga mencakup pemberdayaan manusia, mengingat kegiatan produksi kopi juga melibatkan 96,8% dari masyarakat perkebunan,” ujar Bagas.
Coffee Tasting
Pada sesi kedua, para peserta dibagi ke dalam 4 kelompok untuk melakukan praktik singkat sebagai barista. Menurut pendiri 5758 Coffee Lab, Adi Taroepratjeka, setiap varietas kopi mempunyai ciri khas rasa dan aroma. Cara mengetahuinya adalah dengan coffee cupping. Coffee cupping merupakan istilah untuk proses mencicipi kopi. Pada langkah ini akan diketahui rasa dan aroma kopi yang diseduh. Kopi dikatakan specialty adalah kopi dengan rasa yang konsisten, dan pastinya memiliki nilai di atas 80 poin.
Daroe Handoyo dari Noozkav Cafe Kopi Indonesia menambahkan, cupping mempunyai fungsi dan tujuan untuk menguji, atau mengklasifikasikan kualitas, mengenali cacat rasa, serta citarasa dan juga karakter pada kopi. Cupping dilakukan pada proses quality control (QC), diruang lab, sebelum melakukan pendistribusian atau pengepakan sebelum dilakukan proses perniagaan, sampai pada meja-meja seduh untuk mencari resep seduhan terbaik sebelum disajikan pada penikmat kopi yang datang.
Menurut Jason Park dari Tanamera Coffee ada beberapa penilaian, yang bisa menjadi patokan dalam menentukan kualitas kopi. Beberapa variabel yang dinilai pada proses cupping, di antaranya fragrance, aroma, flavor, asam atau acidity, bodi, aftertaste, clean cup, dan lain sebagainya. Masing-masing variabel mempunyai standarttersendiri. Tentunya diperlukan banyak latihan untuk memahami variabel-variabel tersebut.
Dinnie Aryani Criddle, pendiri Kopi Tanamera menyatakan bahwa untuk menghasilkan kopi yang berkualitas, Tanamera Coffee terjun langsung melakukan pembinaan terhadap petani kopi di sejumlah daerah. Ia mencontohkan petani kopi Kintamani di Bali yang awalnya hanya menghasilkan 2 ton, kini telah melonjak menjadi 20 ton per hektare dan akan naik lagi menjadi 30 ton per hektare. Dinnie mengundang para calon diplomat RI untuk mengunjungi lahan perkebunan kopi di Kintamani.
Kini, Kopi Tanamera telah menjalin kerja sama dengan 12 kelompok tani kopi di sejumlah daerah. Diantaranya, Kintamani, Flores, Gayo, Solok, Toraja, Ijen dan sejumlah jenis kopi lainnya. “Saat ini kita ada 17 single origin dan 5 jenis campuran,” katanya.
Di akhir sesi praktik meracik kopi, para siswa Sekdilu Angkatan 42 diperkenankan untuk melakukan praktik coffee cupping dan tasting. Suasana terasa sangat cair dengan sensasi kopi diplomasi. (Sumber: Kemenlu).
Komentar