oleh

Kasus Arteria Dahlan

Kasus Arteria Dahlan menunjukkan satu hal pada kita: potret kepongahan politisi kita. Kepongahan itu tidak hanya ditunjukkan dalam rapat yang meminta Jaksa Agung mencopot seorang kepala kejaksaan yang berbahasa sunda, juga kepemilikan lima mobil yang memiliki plat nomor istimewa, nomor polisi yang –lucunya- sama.

Untuk yang pertama, reaksi keras sudah bermuncullan dari mana-mana –teruma tentu “orang Sunda.” Mereka memaki-maki dan mengeritik politisi dari PDI Perjuangan yang dinilai menghina suku Sunda. Ada pun yang kedua, Arteria segera mengganti nomor plat nomornya kembali ke nomor aslinya masing-masing begitu foto mobilnya –yang dititipkan di garasi Gedung DPR itu- viral ke mana-mana.

Kepolisian menyatakan bahwa hanya mobil merek Pajero milik  Arteria yang mendapat nomor polisi itu. Sementara seorang anggota DPR lain membela Arteria dengan menyatakan tak ada yang salah dalam hal ini sepanjang mobil itu tidak dipakai di jalan raya. Pembelaan yang konyol mengingat, siapa yang tahu mobil itu tidak dipakai di jalan raya? Atau kenapa harus empat lainnya dipakaikan plat nomor yang bukan miliknya?

Ini untuk kedua kalinya Arteria mengeluarkan pernyataan yang menunjukkkan “klasnya” sebagai politisi. Beberapa waktu silam dalam sebuah acara di TV ia juga menuding-nuding Emil Salim sembari berbicara keras –hal yang jauh dari pantas. Sikap ini memancing reaksi keras publik yang selama ini memandang Emil Salim sebagai tokoh nasional dan negarawan.

Untuk kasus plat nomor polisi, semestinya polisi lebih bijak dalam memberi nomor-nomor istimewa ini. Kita tahu polisi memiliki hak untuk memberi nomor-nomor khusus untuk sipil. Tapi, ini pun mesti selektif. Perlu dilihat apa kepentingannya. Bukan rahasia lagi banyak warga sipil kini yang kini “kegenitan” ingin mobilnya mendapat mobil dengan plat khusus polisi yang tentu –setidaknya- di jalan raya tak akan ditilang polisi. Semestinya sekalipun anggota DPR, jika tak perlu, tak perlu juga ia harus rakus memiliki nomor plat khusus politisi.

Untuk kasus pelecehan masyarakat Sunda ini, tampaknya ini lebih sulit diselesaikan. PDI Perjuangan juga sudah terkena imbas oleh ulah Arteria. Melihat track record “kesantunan” Arteria, sebaiknya PDI Perjuangan memang lebih baik merecall politisi ini ketimbangan menjadi masalah. [domainhukumcom]

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed