Kejaksaan daerah lain perlu segera mencontoh langkah yang dilakukan Kepala Kejaksaan Negeri Kota Mojokerto, Agustinus Herimulyanto. Agustinus, Senin, 7 Maret lalu menginisiasi pendirian Kampung Restorative Justice di Kota Mojokerto, Jawa Timur. Sebagai langkah awal, kampung pertama yang dipilih Kelurahan Kranggan. Kranggan sebagai pilot project untuk kampung lainnya.
Tujuan restorative justice atau “keadilan restoratif” antara lain agar tidak semua perkara berujung ke pengadilan. Hakikat sistem ini yakni memberi keadilan kepada korban dan kembalinya ketentraman bersama. Dengan cara ini, maka tidak hanya sebuah perkara atau kasus bisa diselesaikan dengan cepat, tapi, terutama, korban mendapat keadilan yang jelas dan segera “diterima.”
Sebagai institusi yang bertugas menegakkan hukum –sebagai penuntut- kejaksaan memiliki posisi penting dalam penerapan keadilan restoratif. Restorative justice merupakan bagian sistem hukum kita, hanya, sayangnya, pelaksanaannya kurang “kencang,” tidak terdengar. Banyak faktor penyebabnya, terutama justru keengganan dari pihak aparat sendiri mewujudkannya. Dalam hal ini, pada akhirnya, kerugian lebih banyak menimpa korban.
Kampung restorative justice tak hanya menciptakan sebuah proses hukum yang cepat dan berkeadilan untuk korban -tanpa harus ke pengadilan misalnya, tapi ujungnya adalah menciptakan masyarakat sadar dan mematuhi hukum. Sadar akan hak orang lain. Sadar bahwa sebuah perbuatan merugikan orang lain adalah kewajibannya untuk segera “menyembuhkan” kerugian itu. Di sini, sesuai sifat restorative justice, lingkungan, pemuka masyarakat, terlibat. Ada pun Kejaksaan, bertindak sebagai dirigen, memimpin orkestra penerapan restorative justice agar semua prosesnya berjalan transparan. (domainhukum.com)
Komentar