Oleh: Timboel Siregar, Koordinator Advokasi BPJS Watch
Presiden, Rabu, 15 Juni, melantik Afriansyah Noor menjadi wakil Menteri Ketenagakerjaan. Baru kali ini ada wakil Menteri ketenagakerjaan. Kehadiran Wakil Menteri Ketenagakerjaan tentunya sangat dibutuhkan dalam mendukung tugas Menteri Ketenagakerjaan, khususnya untuk membantu melakukan konsolidasi tugas-tugas di Kementerian Ketenagakerjaan.
Ada beberapa harapan dari dilantiknya Wakil Menteri Ketenagakerjaan yaitu :
Pertama, Dari sisi regulasi, ada regulasi yang belum selesai dibuat seperti revisi Permenaker no. 18 tahun 2018 tentang jaminan sosial Pekerja migran Indonesia (PMI) yang sangat dibutuhkan cepat untuk diselesaikan, agar PMI terlindungi pada saat sebelum bekerja, bekerja di luar negeri, dan paska bekerja.
Lalu juga regulasi yang memastikan pekerja informal miskin mendapatkan jaminan sosial ketenagakerjaan sangat dinanti untuk mencegah pekerja miskin tersebut jatuh pada kemiskinan ekstrem, dan pekerja informal yang miskin ekstrem dapat ditolong keluar dari kemiskinan.
Wakil Menteri ketenagakerjaan harus mampu mendorong dialog sosial menjadi forum yang dilakukan untuk setiap hal terkait hubungan industrial.
Sesuai Inpres no. 4 tahun 2022 tentang penanganan kemiskinan ekstrem, Kementerian ketenagakerjaan diberi tanggungjawab untuk mendorong perluasan cakupan kepesertaan program jaminan sosial ketenagakerjaann bagi masyarakat miskin ekstrem.
Kedua, Dari sisi kinerja, sudah menjadi rahasia umum kinerja pengawas ketenagakerjaan sangat rendah sehingga regulasi hukum positif yang ada banyak dilanggar, yang mengakibatkan pekerja mengalami kerugian. Upah minimum masih banyak yang dilanggar, PHK masih banyak yang dilakukan sepihak, THR juga banyak yang dilanggar, pelanggaran hak berserikat dan berunding juga masih terjadi di banyak tempat, dsb. Demikian juga masih banyak pekerja formal yang belum menjadi peserta jaminan sosia ketenagakerjaan dan Kesehatan.
Diharapkan Wakil Menteri Ketenagakerjaan dapat membuat terobosan untuk perbaikan kinerja pengawas ketenagakerjaan secara sistemik, meningkatkan jumlah pengawas dan kualitas pengawasan. Harus dihadirkan Lembaga khusus untuk menggawasi kinerja pengawas ketenagakerjaan.
Demikian juga masih banyak persoalan di sektor Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial, yang juga perlu mendapat perhatian Menteri dan Wakil Menteri Ketenagakerjaan. Hadirnya UU Cipta Kerja dan empat Peraturan Pemerintah menjadi masalah bagi kalangan SP/SB dan pekerja/buruh dalam menjalankan hubungan industrial.
Untuk itu merupakan point penting bagi Wakil Menaker untuk memperbaiki iklim hubungan industrial bagi pemangku kepentingan hubungan industrial seperti SP/SB dan pengusaha. Budaya Dialog sosial mengalami kemunduran signifikan, LKS Tripartit Nasional dan Daerah tidak berjalan dengan baik. Kenaikan upah minimum yang sebelumnya kental dengan dialog sosial, saat ini malah meniadakan sepenuhnya dialog sosial tersebut, karena ketentuan kenaikan upah minimum sudah menggunakan rumus yang merugikan pekerja/buruh.
Wakil Menteri ketenagakerjaan harus mampu mendorong dialog sosial menjadi forum yang dilakukan untuk setiap hal terkait hubungan industrial.
Seharusnya Menteri tenaga Kerja mampu berdialog dengan baik kepada seluruh elemen SP/SB, bukan dengan satu dua SP/SB saja. Tetapi ini tidak berjalan, dan oleh karena itu peran yang tidak dijalankan ini bisa dilakukan oleh Wakil Menteri Ketenagakerjaan.
Ketiga, Tentunya penanganan masalah PMI dan pelatihan vokasional pun menjadi masalah di Kementerian Ketenagakerjaan, sehingga harus juga mendapat perhatian dari Wakil Menteri Ketenagakerjaan. Jumlah PMI yang terdaftar aktif di BPJS Ketenagakerjaan masih sangat rendah. Pelatihan vokasional yang dilakukan Kementerian Ketenagakerjaan pun masih belum mampu mendongkrak produktivitas pekerja kita.
Semoga kehadiran Wakil Menteri Ketenagakerjaan dapat mendukung perbaikan kinerja Kementerian Ketenagakerjaan.
Pinang Ranti, 15 Juni 2022
Komentar