oleh

Derma ACT (Aksi Cepat Tanggap)

KASUS dugaan penyelewengan sumbangan masyarakat oleh lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT)  benar-benar membuat publik terperanjat –atau marah. Terbongkarnya penyalahgunaan dana tersebut tidak bisa dibiarkan begitu saja. Aparat berwenang harus mengusut tuntas perkara ini. Siapa yang bersalah mesti diajukan ke pengadilan.

Kementerian Sosial telah membekukan lembaga ini. Kepolisian telah memeriksa kasus ini. Dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan indikasi dana dari lembaga ini mengarah ke organisasi terlarang. Kita prihatin jika ini benar.

Kasus penyelewengan ACT diberitakan oleh Majalah Tempo dalam laporan investigasi mereka. Laporan menggegerkan itu menyebut banyak data yang membuat publik terbelalak. Misalnya gaji petingginya yang ratusan juta rupiah setiap bulan dan adanya  fasilitas mobil-mobil mewah.

Gaji yang sangat tinggi ini saja, apa pun alasannya,  sangat ganjil. Kesan yang muncul: para petinggi lembaga kemanusiaan ini serakah, mengambil demikian banyak sumbangan masyarakat –sumbangan yang bahkan mungkin dari orang-orang kecil; dari mereka yang terketuk hatinya melihat poster atau iklan ACT yang mengatas namakan  gerakan kemanusian untuk membantu mereka yang ditimpa kemalangan.

Pemotongan sumbangan untuk operasional yayasan tentu saja boleh. Tapi tetap saja itu harus dalam batas kewajaran karena sumbangan itu intinya adalah untuk pihak yang disumbang. Tapi jika kemudian para pengelola lembaga ini bergaji sebulan di atas Rp 200 juta dan menyebut semua itu atas nama “profesional” maka itu sama artinya  mencari kekayaan dengan menjual “kemanusiaan.” Bukankah semua kegiatan mereka selalu didengungkan “demi kemanusiaan?”

Kasus ACT memberi pelajaran penting, pemerintah tidak bisa membiarkan lembaga-lembaga semacam ACT ini berjalan tanpa pengawasan ketat, tanpa audit yang bisa dipertanggung jawabkan. Lembaga semacam ini, di tengah masyarakat kita yang gampang tergerak untuk membantu sesama, di tengah banyak hal yang bisa digunakan untuk memobilisasi bantuan –seperti bencana gempa, banjir dll-  mesti senantiasa diawasi. Jika tidak maka, penyelewengan dana-dana publik akan terus terjadi. Tugas pemerintah untuk menertibkan, mengawasi, dan membuat regulasi segala hal berkaitan dengan derma publik ini. (domainhukumcom)

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed