Institusi yang menjadi harapan rakyat sebagai benteng terakhir menjaga republik ini adalah TNI dan Kepolisian. Dua institusi ini, dengan sejarah panjang kelahiran dan sistem pendidikannya, memasukkan ideologi “NKRI harga mati” sebagai hal yang tak bisa diganggu gugat. Sesuatu yang akan menjadikan negeri ini tetap satu sekaligus tahan berjalan di atas gejolak zaman, termasuk masa-masa pemilu yang panas.
Keberpihakan atau tidak netralnya aparat keamanan dalam sistem demokrasi jelas berbahaya, akan merusak demokrasi itu sendiri.
Pemilihan umum makin dekat dan wajar banyak yang berupaya menarik dua institusi ini untuk kepentingan mereka. Dengan struktur komando yang kuat dan solid, dengan SDM hingga tingkat ke bawah, penguasaan TNI dan Kepolisian sangat bisa membantu sebuah parpol atau calon presiden untuk menang dalam pesta demokrasi yang berpuncak pada 14 Februari tahun depan.
Bahwa pucuk TNI dan kepolisian tidak lepas dari pilihan dan pertimbangan Presiden memang demikianlah aturannya. Namun, di luar hal itu, pengabdian kepada rakyat, kepada tumpah darah, pada asas-asas demokrasi yang benar, itulah yang paling utama yang harus dilakukan pucuk pimpinan TNI dan Kepolisian. Keberpihakan atau tidak netralnya aparat keamanan dalam sistem demokrasi jelas berbahaya, akan merusak demokrasi itu sendiri.
Tidak mudah melakukan itu. Dalam dunia yang dipenuhi ingar bingar informasi melalui media sosial, sedikit saja salah langkah yang dilakukan oleh dua institusi itu, maka akan berakibat fatal: publik tidak mempercayai institusi tersebut.
Karena itulah, TNI dan Polri mesti tetap berpegang teguh pada janji mereka untuk berada di garis depan menjaga demokrasi, melindungi rakyat, dan tidak terperosok untuk kepentingan sekelompok orang. (domainhukumcom)
Komentar