Jakarta – Direktur Jenderal HAM, Dhahana Putra, menyebut rencana Kementerian Agama (Kemenag) untuk merevitalisasi Kantor Urusan Agama (KUA) menjadi sentra pelayanan keagamaan bagi semua agama sebagai terobosan yang positif.
“Merevitalisasi KUA sebagai tempat pencatatan pernikahan maupun pelaksanaan pernikahan tentu merupakan terobosan yang patut diapresiasi karena selain mempermudah akses juga membuat KUA semakin inklusif dalam memberikan layanan kepada publik,” ujar Dhahana. Sabtu, 2 Maret 2024
Kendati demikian, kata Dhahana, rencana tersebut harus dilakukan melalui kajian yang komprehensif dari aspek regulasi, birokrasi, hingga sosiologis. Itu karena terobosan Menteri agama tersebut memerlukan kerja-kerja praktis yang tidak sederhana. Dhahana mencontohkan dari aspek birokrasi misalnya, pencatatan pernikahan bagi masyarakat yang memeluk agama Kristen, katolik, budha, hindu, konghucu serta penghayat kepercayaan dilakukan di dinas kependudukan dan pencatatan sipil (Dukcapil).
Dhahana juga menyoroti sejumlah regulasi yang mengatur mengenai pernikahan juga menjadi tantangan tersendiri bagi KUA bila akan direvitalisasi sebagai tempat atau pencatatan pernikahan bagi semua agama. “Bilamana diperlukan untuk revisi sejumlah regulasi guna merevitalisasi KUA, kami di Direktorat Jenderal HAM siap untuk menjadi partner dialog,” kata Dhahana.
Ia mengakui Direktorat Jenderal HAM memang tengah menyiapkan parameter HAM di dalam proses penyusunan peraturan perundang-undangan. Indikator-indikator yang digunakan dalam parameter HAM di antaranya terkait dengan inklusivitas, kesetaraan, dan non-diskriminasi serta aksesibilitas pelayanan.
Direktur Jenderal HAM juga menggarisbawahi pentingnya membangun komunikasi yang intensif dengan para pemangku kepentingan. Sehingga tidak memunculkan kekeliruan perspesi di masyarakat. “Yang juga tidak kalah penting, dalam pembahasan revitalisasi KUA itu mungkin juga perlu mendengarkan aspirasi stakeholders terkait khususnya organisasi-organisasi keagamaan,” kata Dhahana. [ditham]
Komentar