Dalam banyak hal posisi tenaga kerja kontrak atau dalam istilah hukum kita disebut PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) selalu lemah. Faktor ini kemudian ditunjang lagi dengan ketidaktahuan para tenaga kerja atas hak-hak mereka. Hukum Indonesia sesungguhnya sudah mengatur soal ini. Hanya, memang, ketidaktahuan itu yang kemudian dimanfaatkan oleh para perusaan atau lembaga pemberi kerja yang sesungguhnya merugikan para pekerja.
Ini banyak terjadi pada tenaga kontrak bahkan pada bidang pekerjaan yang paling mulia: dunia pendidikan misalnya. Banyak kasus para pendidik yang setelah bekerja bertahun-tahun sebagai tenaga kontrak,kemudian diputus dengan pesangon yang menyalahi aturan. Ketidakmengertian mereka, termasuk emoh untuk menuntut hak-hak mereka, membuat kasus “penganiayaan” yang menimpa para pendidik korban sistem kontrak ibarat pucuk gunung es – terlihat di atas hanya sedikit, sementara di bawahnya demikian bertumpuk, demikian banyak.
Undang-Undang Cipta Kerja (UU No. 6/2023) dan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja dengan jelas menggariskan apa hak seorang tenaga kerja kontrak: mereka berhak mendapat jaminan kesehatan, yang dalam hal ini apa yang dikenal sebagai “BPJS Kesehatan,” dan juga “BPJS Tenaga Kerja.” Ini kewajiban yang jika tidak dipenuhi maka pemberi kerja bisa mendapat sanksi.
Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja, menekankan, “Perusahaan wajib memberikan uang kompensasi kepada pekerja PKWT. Pemberian uang kompensasi atau uang ganti rugi dilaksanakan pada saat berakhirnya PKWT. “
Ada pun nilai pesangon itu sangat jelas, yakni tenaga kontrak yang bekerja lebih dari satu bulan berhak mendapat kompensasi -atau yang istilah populernya pesangon. Pasal 16 ayat 1 UU Cipta Kerja menekankan, bahwa para tenaga kerja kontrak yang bekerja selama setahun, maka ia mendapat pesangon satu kali gaji. Dengan demikian jika ia bekerja dua tahun atau 24 bulan, otomatis ia mendapat kompensansi 2 kali gaji.
Ini hal yang kadang para pekerja tidak paham, padahal UU ini dibuat dengan mendengar pula suara para serikat kerja, mereka yang mewaliki pekerja, demi melindungi para pekerja. Pengingkaran terhadap perintah UU Cipta Kerja dan peraturan pemerintah yang menjadi rincian pelaksanaan UU Cipta Kerja merupakan pembangkangan terhadap Pemerintah.
Perusahaan atau lembaga -termasuk penyelenggara pendidikan- yang tidak melaksanakan UU ini harus mendapat sanksi. Pengurusnya harus dihukum. Memperdaya seorang pendidik oleh yayasan yang bergerak dalam bidang pendidikan, misalnya, adalah pengkhianatan terhadap nilai-nilai pendidikan itu sendiri. (Lestantya R. Baskoro)
Komentar