Kita angkat topi untuk kejaksaan yang membongkar kebusukan di balik vonis bebas Gregorius Ronald Tannur, terdakwa kasus pembunuhan Dini Sera. Sejak trio hakim Pengadilan Negeri Surabaya, Erintuan Damanik, Mangapul dan Heru Henindyo, mengetuk palu membebaskan putra politikus Edward Tannur eks anggota DPR RI pada 24 Juli 2024, kita yang memiliki akal sehat tahu ada sesuatu yang janggal di sana.
Kejaksaan akhirnya menemukan itu: ada uang suap di balik vonis bebas itu. Tiga hakim itu dibekuk dan kemudian, pemain lain, dicokok: Zarof Ricar, yang pernah menjabat Kepala Badan Penelitian, Pengembangan, Pendidikan, Pelatihan Hukum, dan Peradilan (Balitbang Diklat Kumdil) Mahkamah Agung. Dari tangan Zarof, jaksa menyita uang nyaris satu triliun rupiah dan emas hampir 50 kilogram. Kejaksaan menduga itu juga hasil dari kejahatan.
Mafia peradilan demikian terus terjadi dan membuktikan apa yang selama ini kita duga, selalu ada orang dalam yang menjadi perantara dan memiliki jaringan. Zarof diduga sebagai markus yang juga akan “membereskan” putusan kasasi kasus Ronald. Hakim kasasi tidak membebaskan Ronald, tapi memvonis Ronald lima tahun penjara. Namun, ini pun jauh juga dari rasa keadilan mengingat tuntutan jaksa terhadap Ronald, yang membunuh Dini dengan cara sadis, antara lain, menggilas dengan mobilnya pada Oktober 2023 adalah 12 tahun penjara.
Alangkah busuknya mentalitas mereka yang disebut “wakil Tuhan” itu. Membebaskan seorang terdakwa pembunuh, di tengah bukti kejahatan yang demikian nyata, adalah penghianatan terhadap nilai-nilai keadilan. Trio hakim itu harus mendapat hukuman berat dan kejaksaan agung kita harap terus membongkar kasus ini. Ingat penjara lima tahun adalah hukuman yang terlalu ringan untuk sebuah kejahatan pembunuhan keji. (domainhukum.com)
Komentar