Masyarakat kampus lebih baik menolak pemberian izin tambang yang ditawarkan pemerintah dan para wakil rakyat melalui RUU Mineral dan Batubara. Tidak saja tawaran itu akan menjauhkan kampus dari sikap kritis dan independensi juga bisa menjadi malapetaka managemen keuangan kampus itu sendiri.
Sejumlah perguran tinggi menyambut gembira kampus akan mendapat wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) dengan alasan akan membantu banyak perguruan tunggi tersebut: pemasukan, tempat penelitian, dan sebagainya. Sejumlah kampus lain, menolak dengan alasan bahwa pemberian WIUP untuk kampus justru bisa menjadi malapetaka kampus karena tidak gampang mengurus sebuah pertambangan.
Kita sepakat untuk pendapat terakhir. Bisnis pertambangan bukan bisnis mudah. Tidak hanya diperlukan modal besar, tapi juga di sini ada faktor fluktuasi harga mineral internasional yang jika tak tepat prediksinya bisa meluluhlantakkan bisnis itu sendiri. Bisnis tambang di mana pun adalah bisnis yang berpotensi merusak alam -sementara kampus memiliki tanggung jawab untuk menjaganya, setidaknya memberi penilaian kritis.
Pemberian izin kampus mendapat hak pertambangan juga artinya pemerintah lepas tangan untuk pembiayaan kampus. Pemerintah semestinya justru memberi bantuan kampus dengan uang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat kampus: dosen, karyawan dan lain-lain.
Yang diperlukan kampus adalah peningkatan biaya riset. Berikan kampus sebesar-besarnya biaya riset dan izin-izin yang berkaitan dengan riset yang kampus itu memiliki pakar atau fakultasnya. Berikan biaya riset dan hak mengelola perairan untuk riset perairan untuk kampus yang memiliki fakultas perikanan atau kelautan.
Publik bisa tertawa jika ada kampus yang tidak memiliki fakultas pertambangan dan sejenisnya, tapi paling gembira adanya tawaran WIUP tersebut. (domainhukum.com)
Komentar