Pengakuan terdakwa korupsi Zarof Rikar bahwa ia menerima Rp 50 miliar dalam kasus sengketa perdata antara Sugar Grup dan Marubeni harus ditindaklanjuti kejaksaan. Pengakuan mengejutkan itu bisa jadi hanya satu dari sekian kasus lain yang menunjukkan kebobrokan peradilan kita dan Zaror makelarnya. Kejaksaan harus mengungkap penyuapan tersebut.
Zarof menjadi terdakwa karena kejaksaaan mendapatkan perannya sebagai markus dalam kasus bebasnya terdakwa Gregorius Ronald Tannur yang sebelumnya didakwa membunuh pacarnya.
Pemeriksaan kejaksaan kemudian menemukan sesuatu yang mengejutkan publik: ia menyimpan uang hampir Rp 1 triliun di rumah dan emas nyaris 50 kilogram Semua itu, belakangan, terungkap sebagai uang suap kepada para hakim. Zarof bertindakan sebagai perantara, antara lain, menghubungkan pengacara yang ingin jalan pintas membebaskan kliennya, dengan hakim yang menangani perkara itu.
Dalam sidang pada Rabu, 7 Mei 2025 di Pengadilan Tipikor, Jakarta, , Zarof mengaku menerima Rp 50 miliar untuk menangani perkara perdata antara Sugar Group melawan Marubeni Corporation pada tingkat kasasi. Sebagai “mediator” alias markus, kita bisa menduga, uang itu merupakan suap agar hakim berpihak pada mereka yang menyuap itu.
Kasus Sugar Grup vs Marubeni merupakan kasus besar yang menarik perhatian publik. Tak hanya karena ini berkaitan dengan para konglomerat tapi juga sejumlah nama pengacara besar. Jika benar uang suap itu masuk ke kantung hakim maka jelas artinya putusan hakim tersebut berbau suap. Dalam kaitan ini sulit untuk menggugat putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap tersebut kecuali, mungkin, adanya novum, bukti baru bahwa putusan itu dijatuhkan atas dasar suap.
Karena itu, kita mengharap kejaksaan segera menelusuri pengakuan Zarof dan memeriksa para pengacara dan hakim yang menyidang kasus ini. Seperti kata pepatah, kejahatan pada akhirnya akan menemukan jalannya sendiri untuk “keluar,” dan publik melihatnya. (domainhukum.com)



















Komentar