oleh

Opini: Menyelamatkan Raja Ampat

Tagar save Raja Ampat, #saverajaampat,  menyebar ke penjuru dunia. Foto-foto yang diambil dari kamera satelit memperlihatkan pemandangan yang membuat kita marah:  bumi Raja Ampat yang kerowak, rusak, di tengah-tengah hijau hutan yang kemungkinan besar juga akan lenyap jika tak diselamatkan.  Pelan tapi pasti, wilayah yang dijuluki “surga terakhir di bumi” ini bisa jadi akan lenyap, dan anak cucu kita, kehilangan warisan tak ternilai  yang menjadi hak mereka.

Kerusakan kepulauan Raja Ampat tidak akan terdengar jika para aktivis lingkungan Green Peace tidak meneriakkannya di forum-forum internasional. Memaki Pemerintah RI yang dinilai tidak tanggap dan tidak becus menjaga Raja Ampat. Dalam pekan-pekan ini, tagar dan foto-foto kerusakan alam itu, karena keserakahan manusia, muncul di berbagai media sosial: #saverajaampat.

Ada lima perusahaan pertambangan nikel yang mengeksplorasi wilayah di Kabupaten Raja Ampat. Mereka,  PT GAG Nikel (anak perusahaan PT Antam), PT PT Anugerah Surya Pratama, PT Kawei Sejahtera Mining, PT Mulia Raymond, dan PT Nurham. Para pemilik perusahaan itu akan mendapat untung berlipat-lipat dari mengeruk tambang nikel di kepulauan itu, sebuah bahan vital untuk industri mobil listrik yang kini tengah berkembang pesat.

Pertambangan merupakan kegiatan yang pasti merusak alam. Kelima perusahaan tersebut, menurut Pemerintah, telah memiliki ijin pertambangan. Sejauh mana perijinan tersebut kemudian dilakukan di lapangan -yang jauh dari hiruk pikuk manusia- itu masalahnya. Izin hanya pintu masuk saja, karena di dalamnya masih ada syarat-syarat lain untuk melakukan penambangan -termasuk salah satunya jaminan tidak merusak perairan atau menjaga lingkungan.

Syarat demikian sulit untuk diterapkan sesungguhnya. Dalam banyak kasus pertambangan akan merusak sungai, kemudian perairan, dan lain-lain. Dalam hal Raja Ampat yang kini didengungkan sebagai pulau dan perairan terindah di dunia -dan menjadi daya tarik wisata Indonesia- pertanyaannya: mana lebih dipentingkan: nikel untuk sekelompok manusia atau kelestarian Raja Ampat untuk kepentingan rakyat Papua dan warga Indonesia.

Kementerian ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral), melalui menterinya, Bahlil Lahadalia, memastikan aktivitas penambangan tersebut jauh dari perairan Raja Ampat yang gambar dan fotonya sudah mendunia itu. Namun, tentu pertanyaannya: apa jaminan tempat itu tidak akan tercemar, merembet ke perairan Raja Ampat? Apa ada jaminan tempat itu akan tetap mendapat julukan “surga terakhir di dunia?”

Jika Pemerintah sungguh-sungguh ingin menjaga Raja Ampat semestinya izin penambangan itu dibatalkan. Pemerintah memiliki hak dan wewenang untuk itu.  Jadikan Raja Ampat daerah khusus konservasi dan menutup pintu untuk pertambangan apa pun. (domainhukum.com)

 

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed