Jakarta – Pengacara mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasi Lembong atau Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, menyatakan akan banding atas vonis kliennya. Menurut Ari, berkas banding akan disampaikan secara resmi pada Selasa minggu ini . “Dihukum sehari pun Pak Tom akan banding,” ujarnya menunjukkan sikap kliennya.
Hakim Pengadilan Tipikor, Jumat pekan lalu, memvonis Tom Lembong 4,5 tahun penjara karena terbukti melakukan korupsi dalam pengadaan impor gula. Salah satu poin hakim, Lembong dinilai lebih mengedepankan ekonomi kapitalis ketimbang ekonomi Pancasila.
Menurut Ketua Majelis Hakim, Dennie Arsan Fatrika, hal yang meringankan Tom Lembong adalah belum pernah dihukum, tidak menikmati hasil korupsi, bersikap sopan dalam persidangan dan telah adanya penitipan sejumlah uang kepada Kejaksaan Agung pada saat proses penyidikan sebagai pengganti atas kerugian negara. Hakim menyebut bahwa pihak yang diperkaya oleh Tom Lembong adalah sejumlah perusahaan gula swasta yang mendapatkan persetujuan impor dari Tom Lembong.
Menurut hakim, akibat perbuatan Tom Lembong, negara rugi Rp194,72 miliar. Perbuatan Tom melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Menurut hakim, Tom Lembong tidak melaksanakan tugas dan tanggung jawab berdasarkan asas kepastian hukum serta tidak melaksanakan tugas secara akuntabel serta bertanggung jawab, bermanfaat, dan adil dalam pengendalian stabilitas harga gula yang murah dan terjangkau bagi masyarakat. Tom Lembong dinilai telah mengabaikan kepentingan masyarakat sebagai konsumen akhir atas gula kristal putih untuk mendapatkannya dengan harga yang stabil dan terjangkau.
Vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim lebih rendah dari tuntutan jaksa, yakni pidana selama 7 tahun. Kendati demikian, pidana denda yang dijatuhkan sama dengan tuntutan, yaitu Rp750 juta subsider pidana kurungan selama 6 bulan.
Tom Lembong didakwa jaksa merugikan keuangan negara sebesar Rp578,1 miliar, antara lain karena menerbitkan surat pengakuan impor atau persetujuan impor gula kristal mentah periode 2015–2016 kepada 10 perusahaan tanpa didasarkan rapat koordinasi antarkementerian serta tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian Perindustrian. [kuk]



















Komentar